Senin 07 Jun 2021 17:13 WIB

Tertekan Sentimen Domestik, IHSG Ditutup Menguat Tipis

Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak mix sejalan dengan pasar regional Asia.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya di Jakarta (ilustrasi). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada perdagangan hari ini, Senin (7/6/2021).
Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA
Investor memantau perdagangan saham melalui gawainya di Jakarta (ilustrasi). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada perdagangan hari ini, Senin (7/6/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona hijau pada perdagangan hari ini, Senin (7/6). IHSG menguat tipis sebesar 0,08 persen ke level 6.069,93. Sementara indeks LQ45 ditutup turun 0,33 persen. 

Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak mix sejalan dengan pasar regional Asia yang bergerak variatif di awal pekan. Penguatan pasae saham mendapat sentimen positif dari data ekonomi China dan Australia. 

Baca Juga

"Dukungan positif sentimen bursa datang dari rilis surplusnya neraca perdagangan China dan merespons outlook stabil prospek ekonomi Australia," kata Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus, Senin (7/6). 

Neraca perdagangan China bulan Mei 2021 mencatatkan surplus. Ekspor melonjak 27,9 persen dan impor melonjak 51,1 persen. Menurut Nico, hal ini memberikan gambaran membaiknya permintaan global dan harga komoditas.

Sementara itu, S&P Global Ratings mengungkapkan prospek peringkat jangka panjangnya di Australia menjadi stabil dari negatif. Hal ini seiring dengan proses pemulihan ekonomi di Australia dari dampak pandemi Covid-19.

Di sisi lain, kenaikan pasar saham cukup tertahan karena pelaku pasar juga mencermati kabar mewabahnya Covid-19 di Taiwan dan berdampak pada produsen chip. Penyebaran wabah virus corona terkonsentrasi di Ibu Kota Taipei dan wilayah tetangga New Taipei. 

Dari dalam negeri, pemerintah akan menerapkan tarif pajak minimum. Kebijakan ini masuk dalam rancangan perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). 

Dalam rancangan tersebut, pemerintah berencana menerapkan kebijakan tarif pajak minimum atau alternative minimum tax (AMT) kepada pelaku usaha yang selama ini melaporkan rugi ke kantor pajak. Pasar tampaknya merespons negatif atas kebijakan tersebut yang momentumnya tidak tepat di saat lesunya aktivitas dunia usaha akibat wabah pandemi. 

"Tentunya kebijakan ini akan memberatkan pelaku usaha disaat pelaku usaha untuk coba bertahan dalam aktivitas bisnis dari pusaran wabah pandemi corona," terang Nico. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement