Selasa 12 Jan 2021 03:46 WIB

Wakil Komisi IV Minta Pemerintah Petakan Penanaman Komoditas

Sejauh ini budidaya pertanian tidak terkonsep secara baik

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Gita Amanda
Ilustrasi lahan rawa diubah menjadi lahan pertanian
Ilustrasi lahan rawa diubah menjadi lahan pertanian

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR, Dedi Mulyadi meminta Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mulai membenahi sistem pangan nasional berdasarkan kewilayahan. Ia menilai, sejauh ini budidaya pertanian tidak terkonsep secara baik sehingga keinginan untuk meningkatkan produksi dan kualitas pangan kerap terhambat.

Dedi mengatakan, semestinya sistem pola pertanian dibangun berdasarkan wilayah potensial. "Harus fokus di setiap daerah, misal seperti misalnya padi ya fokus tanam padi. Jangan dicampur-campur dan sebagian-sebagian," kata Dedi dalam Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian 2021, Senin (11/1).

Dedi mengatakan, sistem pangan yang saat ini diterapkan tidak fokus sehingga masing-masing daerah berlomba untuk menanam komoditas yang sama. Itu membuat Indonesia pada waktu-waktu tertentu mengalami defisit pangan yang sulit diatasi.

"Di Indonesia ini kalau produksinya lagi banyak ya banyak luar biasa. Tapi kalau lagi tidak ada, ya tidak adanya luar biasa. Kenapa? Jalan masing-masing. Politik. Untuk itu harus terintegrasi," kata Dedi.

Pihaknya menyarankan agar Kementan membuat pemetaan sekaligus demplot pada masing-masing provinsi. Menurut Dedi, setiap provinsi harus punya komoditas yang diunggulkan baik dari segi volume produksi maupun kualitas hasil panennya sehingga hasil pertanaman padi bisa dirasakan secara luas.

Lebih lanjut yang tak kalah penting adalah soal mata rantai distribusi. Ia mencontohkan seperti komoditas kedelai yang saat ini tengah menjadi masalah lantaran harga impor yang tinggi.

Menurut Dedi, petani tak lagi mau menanam kedelai karena harga yang murah. Sementara, rantai distribusi kedelai sudah dikuasai oleh pengusaha kelas menengah. Itu membuat kepastian pasar atas kedelai lokal menjadi tidak jelas dan mengurung minat petani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement