REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia, Khudori, menyoroti ketimpangan harga dalam rantai pasok perberasan nasional. Menurutnya, kebijakan harga saat ini menguntungkan petani, tetapi menekan pelaku usaha di sektor hilir seperti penggiling dan pedagang.
“Tak masuk akal jika HPP gabah naik, tetapi HET beras tidak disesuaikan,” kata Khudori dalam diskusi yang digelar Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Ia menjelaskan, pemerintah memang telah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah menjadi Rp 6.500 per kilogram. Dengan biaya produksi sekitar Rp 4.836 per kg, petani menikmati margin keuntungan hingga 34 persen. Namun, pelaku di hilir harus membeli gabah dengan harga pasar yang lebih tinggi, bahkan mencapai Rp 7.500 hingga Rp 8.000 per kg.
Di sisi lain, harga eceran tertinggi (HET) beras medium masih stagnan di angka Rp 12.500 per kg. Ketimpangan ini membuat penggiling dan pedagang beras sulit mendapatkan margin, bahkan berpotensi merugi.
Kondisi ini juga berdampak pada pasokan di pasar. Sejumlah penggilingan mengurangi volume produksi karena tekanan harga, yang kemudian berisiko memicu kelangkaan beras dan lonjakan harga di tingkat konsumen.
Khudori juga menyoroti stok beras di gudang Bulog yang melimpah tetapi minim penyaluran. Akibatnya, pasokan ke pasar tidak optimal, sementara harga beras terus melampaui HET dan menyumbang inflasi dalam lima bulan terakhir, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS).
Data Panel Harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) menunjukkan, rata-rata harga beras medium di tingkat konsumen pada Juni 2025 mencapai Rp 13.995 per kg. Sementara di tingkat penggilingan, harga mencapai Rp 12.800 per kg, lebih tinggi dari HPP nasional sebesar Rp 12.000 per kg.
Melihat situasi ini, Khudori mendesak pemerintah menyesuaikan HET agar selaras dengan realitas harga gabah. Ia juga mendorong integrasi kebijakan dari hulu ke hilir, pengakhiran skema pengadaan maklon yang dinilai mahal, dan pembukaan jalur distribusi beras selain melalui Bulog.
“Tugas pemerintah bukan hanya memastikan stok, tetapi juga memastikan keterjangkauan. Jadi, harga harus terjangkau,” ujarnya.