Kamis 31 Dec 2020 04:45 WIB

SPI: Tahun 2020 Penuh Cobaan Buat Petani

Program food estate yang diprakarsai oleh pemerintah tidak memberi ruang bagi petani

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
 Seorang petani menggarap sawahnya di Kerawang, Indonesia, 28 Desember 2020. ilustrasi
Foto:

Sebelumnya, program food estate juga sudah pernah dicoba di beberapa wilayah Indonesia, seperti Bulungan (2012) dan Ketapang (2013), dan gagal mencapai target-target fantastis yang diharapkan.

Henry juga mengingatkan, hingga tahun ini pemerintah Indonesia masih belum menjalankan mandat dari Undang-Undang Nomor 18 Tentang Pangan, terkait pembentukan Badan Pangan Nasional.

Padahal pembentukan Badan Pangan Nasional menjadi sangat relevan, mengingat kompleksnya permasalahan tata kelola pangan di Indonesia. Kehadiran Badan Pangan Nasional diharapkan dapat mengurai peliknya koordinasi antar kementerian/lembaga yang urus pangan saat ini, keruwetan kebijakan pangan terkait impor maupun ekspor pangan, sampai dengan bagaimana kebijakan jangka panjang mengenai cadangan pangan dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.

“Langkah pemerintah Indonesia membubarkan Dewan Ketahanan Pangan (DKP) di tengah belum terbentuknya Badan Pangan Nasional juga menjadi catatan SPI. Bersama dengan beberapa lembaga negara lainnya, DKP dibubarkan dengan alasan peningkatan efektivitas dan untuk mencapai rencana strategis pembangunan nasional,” kata Henry.

Hal selanjutnya yang disorot oleh SPI adalah sepanjang tahun 2020, pemerintah Indonesia mendorong agar skema korporatisasi petani, sebagai model yang dinilai relevan dan tepat untuk diterapkan di Indonesia.

Terkait hal tersebut, pemerintah melalui kementerian terkait seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian dan Bappenas akan melaksanakan program korporasi petani dengan tujuan mendirikan perusahaan-perusahaan profesional yang mayoritas dimiliki oleh petani.

Secara pembiayaan, korporasi petani tidak hanya dibiayai melalui APBN, namun akan difasilitasi realisasinya dengan sumber pendanaan yang beragam, sehingga petani dapat menjadi investor di produk pertaniannya. “SPI memandang konsep korporatisasi koperasi pertanian yang tengah digagas saat ini justru berpotensi semakin memarjinalkan petani dan koperasi sebagai kelembagaan ekonomi, khususnya di wilayah perdesaan," katanya.

Menurutnya, dalam konsep korporasi pertanian, petani tidak diposisikan sebagai aktor utama, melainkan pada posisi penyuplai, ataupun pekerja. Sementara yang akan menjadi aktor utama tidak lain adalah pihak korporasi atau swasta itu sendiri, dan itu diyakini akan menghilangkan kedaulatan petani.

“Tidak hanya itu, sistem penanaman pertanian atau perkebunan, dalam korporasi petani, juga menggunakan pendekatan ekonomi pasar yang mendorong pertanian monokultur, bukan polikultur," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement