Senin 16 Nov 2020 13:41 WIB

BPH Migas Sarankan Penghapusan Premium Dilakukan Bertahap

BPH Migas meminta penyaluran premium tetap dilakukan namun selektif

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas melakukan pengisian bahan bakar sebuah angkutan kota (angkot) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (15/9/2020). PT Pertamina (Persero) menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp.7.650 menjadi Rp6.450 per liter atau setara dengan harga premium, yang hanya berlaku di 38 SPBU di Kota Tangerang Selatan, promisi ini ini dilaksanakan dalam rangka program langit biru hingga enam bulan kedepan.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Petugas melakukan pengisian bahan bakar sebuah angkutan kota (angkot) di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (15/9/2020). PT Pertamina (Persero) menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dari Rp.7.650 menjadi Rp6.450 per liter atau setara dengan harga premium, yang hanya berlaku di 38 SPBU di Kota Tangerang Selatan, promisi ini ini dilaksanakan dalam rangka program langit biru hingga enam bulan kedepan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana untuk menghapuskan Premium dari peredaran pada tahun depan. Melihat rencana ini, Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas) menyarankan agar kebijakan ini bisa dilakukan secara bertahap.

Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon Simanjuntak menilai rencana tersebut hendaknya dilakukan secara gradual. Artinya, penyaluran Premium sebenarnya tetap dilakukan secara selektif kepada konsumen pengguna.

Konsumen pengguna jenis BBM khusus penugasan (JBKP) seperti Premium diatur dalam Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran BBM yang kemudian diubah menjadi Perpres No. 43 Tahun 2018.

Namun menurut Alfon, konsumen pengguna Premium belum diatur secara rinci lewat kedua beleid tersebut. Alhasil, masih perlu ditetapkan secara pasti siapa saja konsumen pengguna yang akan diberikan JBKP.

“Misalnya ada kapal-kapal nelayan yang menggunakan Premium. BBM ini harus benar-benar disalurkan ke nelayan. Begitu juga konsumen pengguna lainnya harus ditetapkan agar tidak terjadi salah sasaran,” ungkap Alfons, Senin (16/11).

Dia menegaskan, di tahun 2020 pemerintah melalui BPH Migas memberikan penugasan kepada Pertamina untuk tetap menyalurkan Premium sebesar 11 juta kiloliter (KL) untuk 514 Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

Dengan demikian, penyaluran Premium harus tetap ada sepanjang ketentuan dalam Perpres No. 191 Tahun 2014 dan Perpres No. 43 Tahun 2018 belum dicabut. Menurut Alfon, uji coba penghapusan Premium (RON 88) sebagai aksi korporasi dari Pertamina di area Jamali dilakukan untuk mendorong transisi menuju penggunaan BBM beroktan lebih tinggi.

“Penghapusan Premium selain perlu pertimbangan revisi Perpres tersebut, juga perlu memperhatikan kesiapan kilang milik Pertamina untuk memproduksi BBM beroktan tinggi,” tambah dia.

Alfon juga menilai, upaya edukasi yang dilakukan oleh Pertamina kepada masyarakat menunjukkan bahwa tren konsumsi Premium semakin turun. Hal ini ditopang pula dengan kondisi pandemi Covid-19 yang membuat permintaan Premium ikut turun.

Dalam catatan BPH Migas, penyaluran Premium sebagai JBKP per tanggal 9 November 2020 tercatat sebesar 7,549 juta KL atau setara 68,63 persen dari total kuota JBKP di tahun 2020. Adapun prognosa penyaluran JBKP di tahun ini sebesar 8,799 juta KL, jumlah yang sebenarnya masih jauh di bawah tahun-tahun terdahulu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement