Rabu 26 Aug 2020 06:15 WIB

Ekonom: Ekonomi Sulit Tumbuh Positif Tahun Ini

Pelambatan pada kuartal I dan II sudah terlampau dalam untuk diperbaiki.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah bus menunggu waktu keberangkatan di Terminal Kampung rambutan, Jakarta, Kamis (6/8). Pemerintah memprediksi, ekonomi Indonesia mampu tumbuh dalam rentang minus 1,1 persen sampai 0,2 persen sepanjang 2020.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah bus menunggu waktu keberangkatan di Terminal Kampung rambutan, Jakarta, Kamis (6/8). Pemerintah memprediksi, ekonomi Indonesia mampu tumbuh dalam rentang minus 1,1 persen sampai 0,2 persen sepanjang 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan tidak mudah untuk membuat perekonomian tumbuh di level positif sepanjang 2020. Sebab, pelambatan yang dialami pada kuartal I dan kontraksi pertumbuhan pada kuartal II sudah terlampau dalam untuk diperbaiki.

Yusuf menyebutkan, ekonomi harus tumbuh di kisaran dua persen pada kuartal III dan IV agar ekonomi tahun ini berada pada zona positif. "Ini sesuatu yang cukup menantang berkaca pencapaian di kuartal kedua," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (25/8).

Baca Juga

Untuk mengejar pertumbuhan ekonomi pada level netral, Yusuf menyebutkan, konsumsi akan menjadi penopang utama. Oleh karena itu, pemerintah harus fokus meningkatkan daya beli dengan mendorong kepercayaan konsumen.

Yusuf menilai, upaya meningkatkan kepercayaan konsumen untuk kelas menengah ke bawah sudah banyak dilakukan pemerintah. Mulai dari bantuan sosial, Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa, subsidi gaji dan sebagainya.

Saat ini, tinggal meningkatkan kepercayaan masyarakat kelas menengah ke atas dengan memperbaiki bidang kesehatan, terutama terkait penanganan Covid-19. "Sentimen utama kelompok ini lebih banyak ke penanganan kesehatan, karena mereka tidak bergantung pada bantuan pemerintah," tutur Yusuf.

Yusuf menjelaskan, kelas menengah ke atas akan mulai melakukan konsumsi setelah kondisi secara keseluruhan sudah stabil, termasuk unsur kesehatan. Ia menekankan, kelas atas memiliki peranan penting pada struktur ekonomi domestik mengingat sumbangannya hingga 45 persen dari proporsi pengeluaran konsumsi di Indonesia.

Apabila konsumsi tidak didorong, Yusuf mengatakan, dampaknya akan besar terhadap ekonomi. Tidak terkecuali ke komponen investasi yang selama ini juga menjadi motor penggerak ekonomi dari dalam negeri. "Selama konsumsi masih rendah, sejatinya investasi juga akan rendah," ucapnya.

Sementara itu, pemerintah memprediksi, ekonomi Indonesia mampu tumbuh dalam rentang minus 1,1 persen sampai 0,2 persen sepanjang 2020. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, kunci utama agar ekonomi dapat masuk ke zona positif adalah pertumbuhan konsumsi dan investasi yang juga positif, atau setidaknya berada pada level nol persen.  

Apabila dua indikator tersebut masih tumbuh di zona negatif, Sri mengatakan, ekonomi Indonesia akan sulit untuk masuk dalam zona netral nol persen. Prediksi tersebut disampaikannya di tengah kerja keras pemerintah yang sudah all out dari sisi belanja.  

Sri menuturkan, fokus utama pemerintah saat ini adalah mengembalikan konsumsi dan investasi ke zona positif pada sisa dua kuartal ini. Sebelumnya, pada kuartal kedua, masing-masing indikator itu tumbuh negatif 5,51 persen  dan 8,61 persen. "Ini jadi sesuatu yang harus kita lihat dan monitor pada kuartal ketiga dan keempat," ujarnya dalam dalam paparan kinerja APBN secara virtual pada Selasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement