REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia menyebut skema pembagian beban atau burden sharing akan memengaruhi neraca keuangan Bank Indonesia. Sebab, Bank Indonesia harus membeli Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 397,56 triliun tanpa mendapatkan imbal hasil.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan, skema tersebut hanya akan dilakukan pada tahun ini.“Dengan burden sharing ini pasti ada tambahan-tambahan beban terhadap neraca keuangan BI dan tentu akan mempengaruhi neraca keuangan BI,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Senin (6/7).
Namun Perry optimistis, neraca keuangan Bank Indonesia tak akan sampai defisit karena menerapkan skema tersebut. Menurutnya, modal Bank Indonesia cukup besar untuk menopang defisit keuangan.
Berdasarkan perundang-undangan, modal Bank Indonesia sebesar Rp 3,72 triliun. Sedangkan aset atau liabilitasnya terus meningkat tiap tahun, selama 2019 sebesar Rp 2.351 triliun.
“Bagaimana kalau skenario ini kemudian mengalami defisit? Modal kami cukup besar, sehingga masih bisa menopang defisit,” ucapnya.
Selain itu, penghasilan Bank Indonesia pun dinilai masih akan kuat. Apalagi, Perry menegaskan neraca keuangan yang tertekan tak akan memengaruhi kebijakan moneter bank sentral.
Salah satu penghasilan terbesar Bank Indonesia bersumber dari pelaksanaan kebijakan moneter. Sepanjang 2019, berdasarkan laporan Bank Indonesia memperoleh penghasilan kebijakan moneter sebesar Rp 90,15 triliun.
“Apa yang terjadi pada neraca keuangan tidak akan mempengaruhi BI menjalankan kebijakan moneter. Itu yang paling kita jaga stabilitas,” ucapnya.
Adapun neraca keuangan Bank Indonesia selama tahun lalu mencatatkan surplus Rp 33,35 triliun (setelah pajak). Ini diperoleh dari total penghasilan sebesar Rp 91,80 triliun, sedangkan beban bunga hingga remunerasi kepada pemerintah sebesar Rp 46,57 triliun.