REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi makanan, minuman, tembakau mendominasi dalam angka inflasi sepanjang Juni 2020. Inflasi kelompok itu tercata sebesar 0,47 persen dan andil terbesar disumbang oleh komoditas ayam.
Andil ayam terhadap inflasi sebesar 0,14 persen. Adanya inflasi itu tentunya gambaran dari adanya kenaikan harga di masyarakat.
Kepala Distribusi Cadangan Pangan, Kementan, Inti Pertiwi, mengatakan, kenaikan harga ayam merupakan dampak dari langkah penyerapan ayam peternak mandiri yang berbulan-bulan mengalami kerugian.
Pemerintah menugaskan dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Berdikari dan PT PPI hingga ratusan ribu ekor dan disimpan dalam rantai dingin. Pasca dilakukan penyerapan, permintaan ayam maupun telur ayam mengalami kenaikan seiring mulai kembalinya aktivitas ekonomi.
"Sementara, sebagian peternak yang ayamnya sudah diserap maupun yang tidak terserap kehabisan modal sehingga produksi berkurang," kata Inti kepada Republika.co.id, Rabu (1/7).
Inti menilai, hal itu tentunya positif karena menunjukkan adanya permintaan setelah sebelumnya daya beli masyarakat melemah. Hanya saja, saat ini ia menilai permintaan masyarakat masih didominasi oleh ayam segar. Sementara, ayam yang telah diserap dan disimpan dalam bentuk beku kurang diminati.
Ayam beku cenderung mengalami permintaan tinggi untuk industri hotel, restoran dan katering dan sebagian masyarakat yang mau mengkonsumsi ayam beku.
Hanya saja, kata Inti, jika situasi harga terus merangkak naik, pihaknya siap melakukan operasi pasar. "Paling tidak kenaikan 10 persen di atas harga acuan masih bisa ditoleransi, tapi kalau lebih saya akan operasi pasar," kata Inti.
Sesuai Permendag Nomor 7 Tahun 2020, harga acuan ayam di tingkat konsumen sebesar Rp 35 ribu per kilogram (kg). Adapun khusus untuk harga telur acuannya sebesar Rp 24 ribu per kg.
"Pokoknya kalau harga mulai tinggi lagi, kita operasi pasar. Tidah susah kok pasokannya yang bisa kita peroleh," katanya.