REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pandemi membuat hampir seluruh sektor ekonomi dan bisnis mengalami penurunan produktivitas. Bukan hanya di Indonesia, pelemahan juga terjadi secara global.
Negara dengan sumberdaya alam melimpah memiliki potensi yang tinggi untuk bisa bertahan di masa pandemi Cpvid-19. Namun, hal ini juga sangat bergantung pada pengelolaan dan pemanfaatan yang harus dilakukan dengan baik.
“Kemajuan sebuah negara bukan hanya ditentukan dari seberapa kaya sumber dayanya tapi seberapa bijak bisa mengelola sumberdaya yang dimiliki. Misalnya, Indonesia menduduki food waste dan food loss nomor dua di dunia. Kita bisa meningkatkan persediaan pangan dengan mengurangi ini yakni dengan menggunakan teknologi pasca panen yang baik,” ujar Prof Arif Satria, rektor IPB University dalam kegiatan Zoom Business Talk, yang diadakan oleh Arrbey Consultant bekerja sama dengan IPB University, (20/6).
Yang dimaksud dengan food loss adalah penurunan kuantitas atau kualitas makanan akibat keputusan dan perilaku pemasok makanan di luar retail, penyedia jasa makanan, dan konsumen. Sedangkan, food waste adalah penurunan kuantitas atau kualitas makanan akibat keputusan dan perilaku retail, penyedia jasa makanan, dan konsumen. (https://www.greeneration.org/food-loss-vs-food-waste-apa-bedanya/)
Menurut Prof Arif, hampir seluruh produk primer pertanian mengalami penurunan output. “Kunci menyelamatkan pertanian adalah memberikan stimulus kepada petani agar tetap bergairah dalam berproduksi,” ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id.
Selain itu, persoalan lain yang perlu digarisbawahi adalah terkait rantai pasok dan logistik. “Terutama adalah logistik rantai pasok untuk beberapa produk pangan seperti buah, sayur, daging dan produk perikanan,” tuturnya.
Lebih lanjut Prof Arif mengungkapkan bahwa momentum ini perlu dimanfaatkan dengan baik. “Sudah saatnya petani diakselerasi menggunakan teknologi 4.0. Upaya ini ini punya potensi yang besar di Indonesia karena beberapa tahun lagi petani tua akan digantikan oleh petani muda. Teknologi harus disiapkan agar petani tetap bertahan,” papar Arif Satria.
Sucipto Prayitno, direktur PTPN IV menyebutkan bahwa manusia akan terus membutuhkan energi, pangan dan mineral. “Mineral berasal dari penggalian dan ekstraksi sumberdaya yang jumlahnya semakin langka. Energi yang saat ini banyak digunakan dari batubara mulai digeser dengan sumberdaya terbarukan seperti energi air, angin dan sebagainya,” kata Sucipto.
Selanjutnya pangan adalah sektor yang paling sustain dan menjadi sektor andalan. Industri pangan mempunyai rekam jejak paling baik karena input minimal dan hasilnya optimal tanpa merusak alam. Permintaan produk pangan juga sangat luas dan terus berkembang, karena populasi manusia terus bertambah.
“Produk pertanian juga mulai digeser menjadi produk bahan bakar terbarukan. Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menang dalam persaingan industri internasional. Kuncinya adalah bagaimana kita bisa memanfaatkan sumberdaya ini dengan baik dan bijak,” tutup Sucipto.
Diskusi diakhiri dengan pemaparan dari Prof Dr Yusman Syaukat, Guru Besar Fakulas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University yang menyebutkan bahwa bioekonomi dapat menjadi solusi alternatif dari industri. Bahan-bahan yang sebelumnya dari mineral bisa digantikan dengan bahan baku organik. Kerusakan alam bisa dikurangi sekaligus pemenuhan kebutuhan energi bisa dilakukan.
“Bioekonomi ini merupakan sebuah realita. Negara-negara lain sudah menerapkan pendekatan ini, misalnya pengolahan tebu yang menggunakan teknologi genetika untuk mencapai efisiensi. Biekonomi ini menawarkan peluang dan solusi dalam mengatasi masalah iklim, keamanan dan ketersediaan pangan dan efisiensi sumber daya,” ungkap Prof Yusman.