REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyebut pandemi Covid-19 telah menyebabkan harga produk perikanan anjlok hingga 50 persen di sejumlah pelabuhan perikanan nasional. Karena harga ikan yang anjlok, maka pendapatan nelayan yang bisa mencapai Rp 3 juta hingga Rp 5 juta sekali melaut juga anjlok menjadi hanya Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta saja.
"Ini masalah besar bagi nelayan karena harganya anjlok sampai 50 persen," kata Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin dalam webinar tentang ekonomi biru di Jakarta, Kamis (28/5).
Harga ikan yang turun itu, lanjut Safri, juga disebabkan karena kebijakan PSBB yang berdampak langsung ke usaha restoran. Padahal sektor tersebut menjadi salah satu tujuan pasokan perikanan.
Dengan kondisi tersebut, produksi perikanan pun mau tidak mau mengalami penurunan, khususnya dari periode Maret ke Juni 2020.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, terjadi tren penurunan hasil perikanan tangkap pada Maret hingga Juni 2020 sebesar 8,10 persen. Hal itu, justru berbanding terbalik dengan kondisi di periode yang sama pada 2018 dan 2019 yang meningkat.
Demikian pula harga produk perikanan tangkap mengalami penurunan 8 persen dari Rp1,35 triliun pada Maret 2020 menjadi Rp1,25 triliun pada Juni 2020.
Safri menuturkan, dari sisi ekspor, pandemi juga menyebabkan penurunan ekspor termasuk untuk komoditas kepiting, udang dan lobster. Pasalnya, masalah terbatasnya transportasi hingga matinya sektor pariwisata membuat ekspor terhambat dan tidak terserap.
"Maka kami juga berupaya untuk melakukan penyeimbangan dengan meningkatkan kebutuhan atau serapan dalam negeri," katanya.