REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kondisi ketersediaan pangan pokok secara nasional terpantau aman dan terkendali di tengah pandemi Covid-19 dan menjelang Idulfitri. Namun demikian, kondisi ketersediaan pangan di tiap provinsi tidak sama, dalam hal ini ada daerah yang surplus dan defisit. Untuk itu, mengembangkan sistem logistik pangan sangat penting guna menjamin kelancaran distribusi pangan yang terjangkau dan merata ke seluruh wilayah Indonesia.
"Kita perlu memikirkan sistem logistik pangan tidak hanya di masa covid tetapi juga pasca covid, kita punya strategi pengembangan sistem logistik nasional," kata Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP), Agung Hendriadi dalam diskusi daring The 11th Strategic Talk bertema “Mengamankan Logistik Pangan di Masa Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor, pada Senin (11/5).
Menurut Agung, sistem logistik pangan nasional yang kuat harus bertumpu pada empat strategi, yaitu peningkatan produksi, perbaikan sistem distribusi, pengembangan kelembagaan, dan mendorong konsumsi pangan lokal.
Ditambahkan Agung, kelembagaan distribusi pangan, harus diperkuat dan dikelola oleh BUMN sebagai national hub dan BUMD sebagai regional hub yang dilakukan dengan pengendalian bersama oleh stakeholder terkait.
Guru besar IPB, Yandra Arkeman mengatakan perlunya sistem logistik pangan yang menjamin akurasi, presisi, real time dan transparan. Pentingnya sistem logistik pangan ini dianalogikan seperti GPS yang mampu memetakan wilayah yang padat dan lancar.
“Pentingnya sistem informasi logistik pangan ini, menjadi GPS dalam aliran pangan dari daerah surplus ke defisit. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah sistem logistik pangan presisi tinggi,” katanya.
Lebih lanjut, Agung menuturkan bahwa pihaknya rutin melakukan pemantauan ketersediaan pangan di seluruh provinsi. Menurutnya, setiap minggu dilakukan pemantauan melalui video conference bersama Kepala Dinas Pangan serta melakukan quickcount ketersediaan pangan.“Sehingga kita tahu cabai di suatu provinsi itu minggu depan tersedia atau tidak, kalau tidak tersedia kita lakukan intervensi," jelasnya.
Dia juga menegaskan pentingnya meningkatkan Cadangan Pangan Pemerintah Daerah (CPPD) dan juga lumbung pangan masyarakat (LPM). Terlebih lagi berdasarkan BMKG, Indonesia akan menghadapi musim kering pada akhir Juni sampai Agustus yang akan berpengaruh terhadap produksi pangan."Jika kita bisa kelola dengan baik dan menyiapkan CPPD dan LPM, sekarang inilah momentumnya untuk melewati musim kering yang akan kita hadapi ke depan" tegas Agung.
Selain menggenjot produksi, dalam strategi pengembangan sistem logistik pangan nasional, Agung menekankan pentingnya mendorong pengembangan pangan lokal. Hal ini penting mengingat pandemi ini memaksa setiap negara untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan cenderung menahan ekspor produk pangannya.
"Sumber karbohidrat misalnya, tidak hanya beras, itu banyak, jadi lupakan pangan impor, konsumsi produk pangan lokal kita, produksinya kita tingkatkan,” kata Agung.
Pihaknya mengembangkan industri pangan lokal dengan fokus pada pengembangan tepung lokal. Pengembangan Industri Pangan Lokal (PIPL) yang dimaksud Agung mempunyai tujuan untuk mengurangi penggunaan terigu yang sepenuhnya berasal dari impor. "Tujuannya sederhana, kita punya grand desain untuk mengurangi impor gandum 10 juta per tahun, itu kita ingin gantikan 10 persen saja dengan tepung lokal kita" tambahnya.
Selaras dengan Agung, Guru besar IPB Muhammad Firdaus menilai pangan lokal sangat penting sebagai salah satu komponen dari strategi pengembangan sistem logistik pangan nasional.
Pandemi ini, menurut Firdaus, melahirkan pola baru konsumsi pangan yang lebih berimbang (new diet). Karena itu, dia menyebut dua skenario diversifikasi pangan, yaitu diversifikasi pangan karbohidrat non beras saja, dan diversifikasi ke sumber pangan non karbohidrat seperti kacang, protein hewani, sayur, dan buah.