Rabu 29 Apr 2020 18:59 WIB

Demi Bertahan, AirAsia tidak Tambah Pesawat Baru Tahun Ini

Airbus telah menyiapkan enam jet untuk dijual kepada AirAsia.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Pesawat AirAsia.
Foto: Reuters
Pesawat AirAsia.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY – Maskapai penerbangan Malaysia, AirAsia Group, tidak memiliki rencana untuk membeli pesawat baru pada tahun ini. Kebijakan tersebut diambil seiring dengan penurunan tajam terhadap permintaan perjalanan udara akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Seperti dilansir Reuters, Rabu (29/4), Executive Chairman Kamarudin Meranin menyatakan, pihaknya juga akan meninjau kembali pesanannya dengan Airbus SE.  Pada pekan lalu, Reuters melaporkan, Airbus telah menyiapkan enam jet untuk dijual kepada AirAsia, menurut sumber yang memahami masalah tersebut.

Baca Juga

Selama ini, Air Asia dikenal sebagai salah satu pelanggan Airbus. Berdasarkan buku pemesanan Airbus, pesanan 349 A321neos dan 13 A320neos belum dikirim ke maskapai berbiaya murah itu,

"Air Asia memprediksi dapat mengakhiri tahun 2020 dengan menyediakan 242 pesawat dalam armadanya, turun satu unit dibandingkan tahun lalu," kata Meranun dalam sebuah pernyataan.

Air Asia mengatakan, telah memulai kembali penerbangan domestiknya di Malaysia pada Rabu. Perusahaan berharap dapat melakukan hal yang sama di Thailand, Filipina dan Indonesia pada Mei, tergantung persetujuan dari pihak yang berwenang.

Berbagai upaya dilakukan Air Asia untuk bertahan di tengah tekanan pandemi. Di antaranya, restrukturisasi sebagian besar hedging bahan bakarnya karena terpukul dengan harga minyak yang lebih tinggi.

Maskapai juga sudah memangkas gaji karyawan, menegosiasikan kembali kontrak dan mengurangi pengeluaran yang tidak penting. Langkah-langkah ini diharapkan mampu mengurangi setidaknya 30 persen biaya operasional di tahun ini.

Di sisi lain, hantaman keras juga dirasakan Airbus. Produsen pesawat berbasis Prancis ini membukukan penurunan laba operasional kuartal pertama 49 persen menjadi 281 juta euro (304,7 juta dolar AS). Penyebabnya, terjadi penurunan pendapatan 15 persen menjadi 10,63 miliar euro di tengah krisis terparah bagi industri dirgantara.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement