REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG----Gubernur Ridwan Kamil mengajukan anggaran Rp 60 triliun kepada pemerintah pusat untuk pembangunan di Jawa Barat pada 2021. Hal itu diungkapkan Ridwan Kamil, Saat mengikuti Rapat Koordinasi Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2021 Kementerian PPN/Bappenas dan para gubernur di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Rabu (4/3).
“Jawa Barat membutuhkan hampir Rp 60 triliun, mudah-mudahan dipenuhi semuanya (oleh Pemerintah Pusat),” ujar Ridwan Kamil yang akrab disapa Emil.
Menurut Emil, dana Rp 60 triliun sebesar 80 persennya akan dipakai untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur. Menurutnya, Jabar membutuhkan dana untuk membuat banyak jalan tol, pengembangan bandara baru, bendungan dan infrastrtuktur pengendali banjir lain.
“Kita butuh dana untuk banyak jalan tol seperti dari Bandung-Cilacap, pengembangan bandara baru, bendungan-bendungan, dan lain-lain. Yang terpenting untuk banjir jadi urgensi di 2021. Sebesar 80 persen kebutuhannya lebih ke infrastruktur,” paparnya.
Emil meyakini penambahan infrastruktur ini akan menambah kesejahteraan warga dan menstimulus pemerataan ekonomi antarwilayah. Ia pun, akan fokus pada pembangunan di Jabar selatan.
“Kita akan gunakan untuk pengembangan wilayah Jabar selatan, untuk penambahan jumlah dana desa, karena jumlah dana desa kami sedikit tapi penduduk banyak,” kata Emil.
Menurutnya, ada beberapa hal mendasar yang menjadi inti persoalan di Jabar selatan, mulai dari akses infrastruktur jalan dan konektivitas antarwilayah. Oleh karena itu, ia mengusulkan akses transportasi, yaitu pembangunan pelabuhan dan bandara, serta jalur-jalur kereta api di Jabar selatan bisa digenjot untuk meningkatkan kegiatan ekonomi di sana.
“Kami mohon Jabar selatan ini jadi prioritas, jangan sampai Bandung maju, Bodebek maju tapi Jabar selatan kurang. Karena pelayanan dasar di Jabar selatan itu ada suatu daerah yang mau ngurus KTP itu harus delapan jam perjalanan,” katanya.
Selain infrastruktur dan Jabar selatan, Gubernur juga berbicara pengembangan kawasan Segitiga Rebana dan perimbangan keuangan ke daerah.
Menurutnya, perspektif kepadatan penduduk saat ini tidak menjadi faktor dalam kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah Pusat untuk alokasi dana ke daerah. Dengan begitu, dana transfer daerah diterima daerah tidak sebanding dengan jumlah penduduk, karena didasarkan pada jumlah daerah kabupaten/kota.
“Ini perspektif bahwa kepadatan penduduk jarang diperhatikan dalam faktor perimbangan keuangan,” kata Emil.
Emil menjelaskan, di Jawa Timur penduduk lebih sedikit 10 juta dari Jawa Barat tapi dana transfer ke kabupaten/kota Rp 10 triliun lebih banyak dari Jawa Barat. “Dikali lima tahun ada Rp 50 triliun besarnya dana masuk yang ke Jawa Timur dibanding kami yang daerahnya hanya 27 kabupaten/kota tapi penduduknya lebih banyak,” kata Emil.
Oleh karena itu, kata dia, pemekaran daerah memang diperlukan. Namun, apabila pemekaran daerah masih belum bisa dilaksanakan karena moratorium, dia mengusulkan ada keadilan fiskal untuk daerah-daerah yang memiliki kepadatan penduduknya tinggi seperti Jabar.
“Jadi, pemekaran daerah itu diperlukan. Saya perjuangkan, saya komunikasikan. Maka satu-satunya solusi (kalau pemekaran daerah tidak bisa) adalah keadilan fiskal,” katanya.