Kamis 27 Feb 2020 10:03 WIB

Insentif Penerbangan tak Boleh Hanya Sesaat

Sebelum adanya pendemi virus corona, industri maskapai nasional sudah kesulitan.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Friska Yolanda
Aktivitas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5). Pengamat penerbangan Ziva Narendra Arifin menngungkapkan insentif penerbangan tidak boleh hanya sesaat diberikan. Meskipun insentif untuk maskapai sangat dibutuhkan akibat dampak virus korona jenis baru atau Covid-19, Ziva menilai insentif pada dasarnya sudah dibutuhkan maskapai sejak lama.
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Aktivitas di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (16/5). Pengamat penerbangan Ziva Narendra Arifin menngungkapkan insentif penerbangan tidak boleh hanya sesaat diberikan. Meskipun insentif untuk maskapai sangat dibutuhkan akibat dampak virus korona jenis baru atau Covid-19, Ziva menilai insentif pada dasarnya sudah dibutuhkan maskapai sejak lama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan Ziva Narendra Arifin menngungkapkan insentif penerbangan tidak boleh hanya sesaat diberikan. Meskipun insentif untuk maskapai sangat dibutuhkan akibat dampak virus korona jenis baru atau Covid-19, Ziva menilai insentif pada dasarnya sudah dibutuhkan maskapai sejak lama.

"Sebelum adanya pendemi virus korona, industri maskapai nasional sudah mengalami banyak kesulitan," kata Ziva kepada Republika.co.id, Kamis (27/2).

Baca Juga

Dia menjelaskan maskapai pada dasarnya sudah sejak lama mengalami peningkatan beban bisnis. Hal tersebut diperparah dengan menurunnya minat pasar yang ditunjang dengan kurangnya inovasi strategi pasar yang lebih holistik dan tidak hanya sektoral.

Meskipun begitu, Ziva mengakui pemberian insentif untuk mengantisipasi dampak virus korona cukup positif. "Ini bisa untuk menjaga dinamika industri maskapai agar tetap menarik," ujar Ziva.

Terlebih, insentif tersebut diberikan untuk potongan harga tiket ke sejumlah destinasi wisata. Hal tersebut menurunya sangat positif ditambah dengan adanya pengembangan beberapa tujuan wisata baru yang ditopang dengan bandara baru.

Meskipun begitu, insentif sesaat seperti yang saat ini diberikan karena untuk mengantisipasi dampak virus korona juga perlu diantisipasi. Sebab dia memprediksi insentif tersebut hanya bersifat sementara paling tidak sampai virus korona berlalu.

"Setelah itu apakah harga akan kembali ke normal lagi? Semoga tetap akan berlanjut insentifnya, bukan hanya sekedar merangsang minat pasar," tutur Ziva.

Saat ini, pemerintah memberikan isentif agar maskapai dapat menjual harga tiket lebih murah dan akan berlaku mulai Maret hingga Mei 2020. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengungkapkan akan ada evaluasi terkait lama waktu pemberian insentif tersebut.

"Nanti kita lihat apakah situasinya sudah recover. Kalau memang belum recover, kita pertimbangkan untuk perpanjangan," kata Budi di Hotel Sultan, Rabu (26/2).

Budi mengharapkan selama tiga bulan tersebut pariwisata di 10 kota bisa bertambah. Kesepuluh destinasi tersebut yaitu Batam, Denpasar, Yogyakarta, Labuan Bajo, Lombok, Malang, Manado, Toba (Silangit), Tanjung Pandan, dan Tanjung Pinang.

Saat ini, insentif yang didapatkan maskapai sekitar Rp 910 miliar. Total tersebut terdiri dari Rp 500 sampai Rp 550 miliar didapatkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara itu, PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, dan Airnav Indonesia memberikan stimulus sebesar Rp 100 miliar. Terakhir, PT Pertamina (Persero) memberikan stimulus sekitar Rp 260 miliar melalui diskon harga avtur. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement