REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berupaya aktif meningkatkan investasi masuk ke Indonesia, khususnya di industri manufaktur. Langkah strategis yang telah dijalankan bertujuan menggaet investor tersebut, di antaranya mempromosikan kawasan industri prioritas di Indonesia, termasuk yang berada di luar Jawa.
“Salah satunya yang sedang diakselerasi pemerintah, yaitu Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat. Kawasan ini tercatat sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) dan kami usulkan menjadi prioritas melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024,” kata Direktur Industri Kimia Hulu, Kemenperin Fridy Juwono melalui siaran pers, Kamis, (20/2).
Fridy menjelaskan, pembangunan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah mengembangkan ekonomi inklusif hingga ke kawasan timur Indonesia. Khususnya Papua Barat, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada.
“Hal ini sekaligus menciptakan Indonesia sentris dalam upaya pemerataan pembangunan dan kesejahteran,” ujarnya. Kawasan Industri di Teluk Bintuni dinilai memiliki potensi sumber daya alam yang mampu mendukung pengembangan industri petrokimia.
Misal untuk industri methanol dan turunannya serta industri amoniak dan turunannya. Hal itu merupakan sektor strategis untuk lebih memperkuat struktur dan rantai pasok manufaktur di dalam negeri.
Maka beberapa waktu lalu, Fridy beserta Staf Khusus Menteri Perindustrian Amir Sambodo dan Inspektur IV Kemenperin Achmad Rodjih Almansoer melaksanakan site-visit bersama para calon investor yang telah menyatakan minatnya berinvestasi pada proyek Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni. “Para calon investor potensial itu di antaranya Kaltim Methanol Industri, Pertamina Power, Wijaya Karya, Karya Mineral Jaya, Samsung C&T, dan Pelindo IV,” jelas dia.
Fridy mengemukakan, rombongan tersebut diterima langsung oleh Wakil Bupati Teluk Bintuni, Matret Kokop dan Kepala Bappeda Teluk Bintuni, Alimudin Baedu. Bahkan rombongan juga meninjau langsung ke Desa Onar, yang menjadi lokasi pembangunan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni.
“Menurut Kepala Bappeda, saat ini Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni sedang menyelesaikan kewajiban pembayaran atas lahan 50 hektar kepada masyarakat adat, dan diharapkan dapat tuntas pada tahun ini,” jelas dia. Dalam kunjungan ke Desa Onar, rombongan juga diterima oleh Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA), Kepala Kampung Onar Baru dan Onar Lama, serta Ketua Marga Agofa.
“Prosesi itu menandakan sambutan yang baik dari masyarakat Desa Onar atas rencana pembangunan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, dan atas investasi yang akan ditanamkan di daerahnya,” tutur Fridy. Menurutnya, salah satu potensi pembangunan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, yakni BP Tangguh telah menyatakan siap mendukung dan menyalurkan gas bumi sebesar 90 MMSCFD kepada pabrik methanol dengan kapasitas 900 KTA (Kilo Ton per Annum) yang akan on-stream pada 2022.
Kemudian, proyek Kawasan Industri dan Pabrik Metanol di Teluk Bintuni ini diproyeksi bisa menyerap investasi hingga Rp 13 triliun. Diyakini pula bakal melibatkan sebanyak 1.000 tenaga kerja pada tahap konstruksi dan 500 pekerja untuk tahap operasi.
“Pembangunan kawasan industri ini akan dilaksanakan dengan skema Kerja sama pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), di mana Project Development Facility (PDF) telah disetujui oleh Menteri Keuangan pada 24 Januari 2020. Diharapkan, proses penyiapan proyek dapat segera dimulai dan transaksi (pelelangan) dapat dilaksanakan dalam waktu sembilan bulan ke depan,” tuturnya.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Doddy Rahadi menyampaikan, pemerintah mendorong percepatan pembangunan kawasan industri di luar Pulau Jawa. Sebab, kawasan Industri di Pulau Jawa akan difokuskan pada pengembangan industri teknologi tinggi, industri padat karya, dan industri dengan konsumsi air rendah.
Di sisi lain, lanjutnya, kawasan industri di luar Jawa lebih difokuskan pada industri berbasis sumber daya alam, peningkatan efesiensi sistem logistik, dan sebagai pendorong pengembangan kawasan industri yang berperan menjadi pusat ekonomi baru. “Pengembangan pusat-pusat ekonomi baru yang terintegrasi dengan pengembangan perwilayahan termasuk pembangunan infrastruktur, diyakini dapat memberikan efek maksimal dalam pengembangan ekonomi wilayah,” jelas Doddy.