REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membuka peluang keterlibatan swasta untuk membangun pembangkit maupun transmisi. Hal ini dilakukan untum mendorong percepatan rasio elektrifikasi dan mengurangi kesenjangan ekonomi di wilayah 3T (Terluar, Terdepan dan Tertinggal).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pembangunan Infrastruktur dan Investasi, Triharyo Soesilo mengungkapkan, investor Amerika Selatan hingga Afrika dinilai memiliki kapabilitas bagus dalam melistriki daerah tertinggal.
"Arahan Pak Menteri (ESDM) coba dorong investor. Di dunia ternyata banyak investor yang dapat melistriki daerah tertinggal. Dari Amerika Selatan, Afrika, itu banyak sekali investor," jelas Triharyo, Sabtu (8/2).
Keterlibatan investor swasta, kata Triharyo, tidak bisa dipungkiri lagi mengingat besarnya kebutuhan dana investasi dalam membangun infrastruktur ketenagalistrikan. Berdasarkan kalkulasi yang ada, total kebutuhan investasi untuk mencapai rasio elektrifikasi 100 persen sekitar Rp 10,7 trilliun.
Lebih lanjut, Triharyo menjelaskan, skema penyediaan listrik di Indonesia Timur akan memanfaatkan dana desa yang dikelola Bada Usaha Milik Desa (BUMDes). Mekanisme yang dimungkinkan antara lain BUMDes menggandeng perusahaan listrik swasta (Independent Power Producer/IPP).
Senada dengan Triharyo, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana menegaskan, keterlibatan pihak swasta akan meringankan kondisi finansial Perusahaan Listrik Negara yang saat ini fokus pada penyelesaian Program 35.000 MW. Rida berharap PLN membuka peluang menggandeng pihak swasta demi mempercepat tujuan rasio elektrifikasi 100 persen.
"Butuh hampir Rp 11 triliun untuk 2020 saja. Padahal PLN cuma mampu Rp 2,1 triliun. Makanya kami membuka peran serta privat. (Radio) 98,6 persen, sisanya itu emang di daerah 3T. Termasuk wilayah yang pulau kecil," ujar Rida