Senin 21 Apr 2025 13:44 WIB

BI Tegaskan QRIS dan GPN Bersifat Terbuka, AS Bisa Bergabung Jika Siap

Indonesia telah menjalin konektivitas pembayaran lintas negara dengan sejumlah mitra.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Friska Yolandha
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menegaskan bahwa sistem pembayaran nasional seperti QRIS dan fast payment dirancang inklusif dan terbuka bagi semua negara.
Foto: BRI
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menegaskan bahwa sistem pembayaran nasional seperti QRIS dan fast payment dirancang inklusif dan terbuka bagi semua negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti menegaskan bahwa sistem pembayaran nasional seperti QRIS dan fast payment dirancang inklusif dan terbuka bagi semua negara. Hal itu selama ada kesiapan teknis dan komitmen kerja sama yang seimbang.

Ia menyebut, saat ini Indonesia telah menjalin konektivitas pembayaran lintas negara dengan sejumlah mitra di kawasan seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hong Kong. Menurut Destry, pendekatan Indonesia bersifat terbuka tidak menutup peluang bagi negara mana pun, termasuk Amerika Serikat (AS).

Baca Juga

“QRIS ataupun fast payment lainnya, kerja sama kita dengan negara lain, itu memang sangat tergantung dari kesiapan masing-masing negara. Jadi kita tidak membeda-bedakan. Kalau Amerika siap, kita siap, kenapa enggak?” kata Destry kepada awak media dalam acara Edukasi Keuangan PMI dalam rangka Hari Kartini di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (21/4/2025).

Ia juga menekankan, sistem pembayaran internasional tetap berjalan normal di Indonesia, termasuk penggunaan kartu kredit global seperti Visa dan Mastercard yang masih mendominasi transaksi. “Sekarang pun sampai sekarang kartu kredit yang selalu diributin, Visa, Mastercard, kan masih juga yang dominan. Jadi itu nggak ada masalah sebenarnya,” ujarnya.

Sebelumnya, Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR) dalam National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers 2025. Dalam laporan itu, USTR mengkritik kebijakan pembayaran digital Indonesia seperti QRIS dan GPN, yang dinilai membatasi akses perusahaan penyedia pembayaran dari AS. Namun menurut BI, kebijakan sistem pembayaran Indonesia selama ini dirancang untuk memperkuat efisiensi, keamanan, dan kedaulatan ekonomi digital nasional, sembari tetap terbuka untuk kolaborasi internasional yang setara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement