Selasa 18 Mar 2025 13:37 WIB

Pemerintah Diminta Pertimbangkan Kembali Rencana Menaikkan Royalti Minerba

Industri disebut sudah terbebani dengan berbagai kewajiban.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Ahmad Fikri Noor
Ilustrasi tambang nikel di Sulawesi.
Foto: Republika.co.id
Ilustrasi tambang nikel di Sulawesi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pihak merespons wacana pemerintah menaikkan royalti komoditas mineral dan batu bara (minerba). Salah satunya dari Indonesia Mining Association (IMA).

Direktur Eksekutif IMA, Hendra Sinadia mengatakan, wacana tersebut bukan isu baru. Sejak awal Januari 2024 mereka sudah mendengarnya. Pihak asosiasi juga mulai sering mendiskusikannya.

Baca Juga

Namun, saat ini, tantangan yang mereka hadapi tak sebatas pada isu tersebut. Ada berbagai kebijakan lainnya yang berdampak langsung pada pelaku usaha, termasuk di sektor minerba.

Hendra menerangkan, sejak 2018, industri batu bara sudah menghadapi regulasi dengan harga domestik yang dipatok, serta berbagai kebijakan lainnya. Kemudian industri mineral juga menghadapi tantangan serupa.

"Dalam situasi ini, isu royalti muncul sebagai beban tambahan yang cukup signifikan. Menghadapi hal ini, seperti APNI, IMA juga telah mengajukan surat kepada pemerintah. Kami menyampaikan beberapa argumentasi berdasarkan data yang telah dikaji bersama. Ada beberapa poin utama yang kami sampaikan," kata Direktur Eksekutif IMA itu, di Jakarta, dikutip Selasa (18/3/2025).

Pertama, saat ini industri sudah terbebani dengan berbagai kewajiban akibat regulasi yang terus berubah-ubah. Kedua, tren harga global sedang menurun, sementara kondisi ekonomi global dan domestik juga menghindari ketidakpastian. Ketiga, kenaikan royalti, dapat berdampak pada target-target pemerintah, baik dalam hal investasi maupun pertumbuhan ekonomi. Keempat, perbandingan dengan kebijakan royalti di negara lain, menunjukkan bahwa peningkatan ini perlu dikaji lebih lanjut agar tidak menghambat saya saing industri.

"Kami meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali neraca kenaikan royalti dan setidaknya mengajak pelaku industri berdiskusi sebelum kebijakan ditetapkan," ujar Hendra.

Ia menilai proses pembahasan sebelumnya, berlangsung sangat cepat. Industri tak memiliki cukup waktu untuk menyampaikan masukan secara mendalam.

"Kami juga mengingatkan bahwa dampak kebijakan ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan, tetapi juga akan memengaruhi upaya pemerintah dalam menarik investasi, khususnya di sektor hilirisasi. Investor akan mempertimbangkan ulang rencana investasinya jika regulasi terus berubah tanpa kepastian," tutur Hendra.

Sebagai asosiasi, IMA juga mengimbau anggotanya untuk melakukan upaya advokasi secara individual. Sehingga bisa memperjuangkan langkah solutif untuk semua pihak. Baik itu bagi pemerintah atau negara, juga pengusaha atau industri.

Kebijakan royalti sektor minerba tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 tentang jenis dan tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pemerintah disebut berencana merevisi beleid tersebut. Salah satu fokus perubahan pada kenaikan royalti untuk sejumlah komoditas seperti nikel, tembaga, emas, timah, perak, dan batu bara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement