Rabu 29 Jan 2020 11:14 WIB

Pengawasan OJK Lemah, Indef Ajukan Tiga Rekomendasi

OJK dinilai perlu mengefektifkan anggarannya untuk pengawasan lembaga keuangan.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolanda
Logo of Financial Service Authority or Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in Indonesian language. (illustration)
Foto: dok. Republika
Logo of Financial Service Authority or Otoritas Jasa Keuangan (OJK) in Indonesian language. (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rilis S&P Global Rating menunjukkan industri perbankan Indonesia dianggap memiliki risiko yang relatif tinggi dibanding beberapa negara di kawasan Asia Pasifik. Risiko tersebut diukur dari persepsi terhadap risiko ekonomi dan risiko industri. 

Kasus-kasus yang mencuat di industri keuangan nasional belakangan mencerminkan tingginya kerentanan industri keuangan di Tanah Air. Kondisi tersebut pula yang membuat peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dipertanyakan. 

Baca Juga

Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara rendahnya peran pengawasan OJK dan saran agar peran OJK dikembalikan lagi ke Bank Indonesia menjadi masukan paling fundamental. 

"Banyaknya celah pengawasan dan penyelesaian sengketa perlu perbaikan,” ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (29/1).

Bhima mengatakan setidaknya ada tiga rekomendasi yang perlu dilakukan OJK. Pertama, menambah SDM pengawasan khususnya di industri keuangan non bank (asuransi dan lembaga pembiayaan).

Kedua, OJK perlu mengefektifkan anggarannya, dengan cara misalnya menunda rencana pembangunan gedung dan menambah alokasi anggaran perlindungan nasabah. "Dan yang ketiga, OJK perlu melakukan pengawasan ke pasar modal, khususnya saham-saham kapitalisasi kecil dan IPO, sehingga jumlah saham gorengan bisa ditekan," ucapnya.

Pengelolaan risiko industri keuangan, peran OJK dalam tata kelola industri keuangan nasional tidak bisa dilepaskan. Salah satu studi yang dilakukan Citiasia bersama Majalah Infobank berinisiatif mengetahui persepsi stakeholder terhadap peran, kinerja dan sinergi OJK dalam pengelolaan risiko industri keuangan nasional. 

"Harapannya, studi ini dapat memberi sumbangan pemikiran untuk penguatan industri keuangan nasional ke depan," ucapnya.

Survei yang bersifat kualitatif dan kuantitatif ini dilakukan pada periode 28 November sampai dengan 11 Desember 2019. Sebanyak 182 responden (praktisi industri keuangan, dengan posisi setingkat manajer ke atas) dari 114 institusi jasa keuangan, baik perbankan, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa pembiayaan khusus.

Aspek yang dievaluasi mengacu pada tiga tujuan utama dibentuknya OJK sesuai UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Pertama, terselenggaranya sektor jasa keuangan secara teratur, adil, transparan dan akuntabel. 

Kedua, terwujudnya sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. Ketiga, serta melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement