REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpor meminta para pelaku usaha yang bergerak di bidang usaha impor bahan pangan untuk sekaligus menjadi eksportir. Permintaan itu sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan ekspor produk pertanian ke sejumlah negara.
Permintaan tersebut juga disampaikan langsung kepada Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto dalam Rapat Kerja Nasional Pembangunan Pertanian di Hotel Bidakara, Senin (27/1). Kementan berharap, Kemendag bisa bekerja sama untuk mendukung peningkatan ekspor pertanian.
"Pak Agus (Menteri Perdagangan), importir kita harus jadi eksportir. Tidak boleh dia enak-enak saja impor," kata Syahrul.
Lebih lanjut, Syahrul secara khusus menyebut impor bawang putih ke Indonesia yang dalam setahun nilainya ditaksir mencapai Rp 12 triliun. Ia menuturkan, impor bukanlah sesuatu yang haram ketika semua upaya dalam negeri tidak bisa mensubstitusi komoditas impor.
Oleh karena itu, sebagai gantinya, importir bawang putih seharusnya bisa melakukan ekspor komoditas yang lain dengan nilai yang lebih tinggi dari impor bawang putih. "Boleh impor bawang putih, tapi harus ekspor bawang merah tiga kali lipat," katanya mencontohkan.
Meski demikian, Syahrul menyadari bahwa upaya peningkatan ekspor harus diiringi dengan peningkatan kapasitas petani dan pengembangan usaha pertanian modern. Sebab, hanya dengan cara itu produktivitas dan produksi komoditas unggulan bisa dinaikkan dan memberikan peluang untuk diekspor ke luar negeri.
Menurutnya, salah satu yang paling berperan penting adalah penyuluh pertanian yang setiap hari mengontrol para petani. Tanpa keberadaan penyuluh, cita-cita ekspor hanya akan menjadi wacana pemerintah.
"Penyuluh itu mentransformasi pertanian, agenda intelektual ada di penyuluh. Penyuluh bagian dari budaya pertanian. Kalau ini semua hilang, bersoal ini. Yang kita pikir gampang itu impor, tinggal kertas, selesai kok. Apa ini mau diteruskan?" ujarnya.