REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional mewanti-wanti pemerintah terkait kurangnya alokasi pupuk bersubsidi masih akibat terbitnya permentan nomor 1 tahun 2020 tentang alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk bersubsidi sektor pertanian. Kurangnya alokasi pupuk subsidi pada 2020 akan berdampak para produktivitas petani.
KTNA telah mengirimkan surat ke Komisi IV DPR pada Senin (20/1). Dalam surat yang ditandatangani Ketua Umum KTNA Winarno Tohir dan Sekretaris Jenderal KTNA M Yadi Sofyan Noor menyampaikan KTNA mendapat masukan dari 34 provinsi bahwa alokasi pupuk bersubsidi masih kekurangan sehubungan dengan terbitnya permentan nomor 1 tahun 2020 tersebut.
"Dengan komposisi di atas dipastikan akan terjadi kekurangan alokasi pupuk bersubsidi pada 2020 yang akan mengganggu pertanaman dan produktivitas pada petani khususnya padi," ujar Sofyan saat dikonfirmasi Republika.co.id di Jakarta, Kamis (23/1).
KTNA, lanjut Sofyan, mengusulkan pemerintah menambah alokasi pupuk bersubsidi pada 2020. Apabila pemerintah kekurangan dana subsidi pupuk, kata Sofyan, para petani bersedia menaikan harga eceran tertinggi (HET). Sofyan berharap apabila pemerintah ingin menghapuskan pupuk bersubsidi dinaikan secara bertahap agar tidak membebani para petani, khususnya petani padi dan diikuti dengan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP).
"Apabila alokasi pupuk bersubsidi mengalami kekurangan, maka akan terjadi gejolak di lapangan dan harga pupuk bersubsidi akan naik secara tidak resmi," kata Sofyan menambahkan.