REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Menjelang satu tahun kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, perhatian publik semakin tertuju pada efektivitas berbagai program prioritas pemerintah. Salah satu program unggulannya adalah Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
KDMP merupakan inisiatif yang diyakini mampu membangun kemandirian ekonomi desa, menyalurkan subsidi secara tepat sasaran, serta memperkuat peran koperasi sebagai tulang punggung ekonomi kerakyatan.
Namun, bagaimana realitasnya di lapangan? Apakah KDMP benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat atau justru terhambat oleh minimnya modal, tumpang tindih regulasi, dan kurangnya dukungan institusional?
Perkembangan KDMP Sinduadi
Republika berbincang dengan pengurus KDMP di Yogyakarta, salah satunya KDMP percontohan di Kalurahan Sinduadi, Sleman, yang resmi beroperasi pada 1 Juli 2025 dan diresmikan langsung oleh Presiden secara daring. Ketua KDMP Sinduadi, Kliwon Suhirman, mengatakan koperasi yang dipimpinnya mulai menunjukkan perkembangan meski belum signifikan.
Kliwon menjelaskan, KDMP Sinduadi tidak lahir dengan mudah. Modal awalnya berasal dari akumulasi program pengentasan kemiskinan masa lalu seperti P2KP dan PNPM Mandiri Perkotaan, yang kemudian dikembangkan menjadi koperasi simpan pinjam berbadan hukum.
“Modal awal kami berasal dari akumulasi dana USP sejak 2004 hingga 2014 sebesar Rp 1,1 miliar. Tahun 2025 menjadi Rp 1,7 miliar, itu yang kami gunakan sebagai modal awal KDMP,” ujarnya kepada Republika, Sabtu (18/10/2025).
Ia menyampaikan, jumlah anggota meningkat dari 955 orang pada 1 Juli menjadi 1.368 anggota. Masyarakat mulai merasakan manfaat nyata, meski perjalanan tidak selalu mulus.
Saat ini, KDMP Sinduadi telah mengoperasikan lima dari tujuh unit usaha, mulai dari gerai sembako yang bermitra dengan Bulog dan ID Food, hingga distribusi LPG 3 kilogram bersubsidi sebanyak 60 tabung per minggu.
Petani juga dapat mengakses pupuk subsidi langsung dari koperasi dengan harga sesuai HET. Namun, sistem keanggotaan diterapkan untuk penyaluran subsidi seperti pupuk, gas, dan minyak goreng. Masyarakat umum tetap bisa membeli, tetapi anggota menjadi prioritas utama.
Dua unit usaha lain, yakni apotek dan klinik, belum dapat beroperasi secara mandiri karena keterbatasan tenaga profesional dan pendanaan.
“Pertumbuhan anggota cukup signifikan. Respons masyarakat terhadap KDMP juga sangat bagus karena berbagai subsidi pemerintah seperti gas, pupuk, dan Minyakita bisa diperoleh melalui koperasi, dan ini sangat membantu pelaku UMKM,” tutur Kliwon.