Kamis 09 Jan 2020 14:02 WIB

KNTI: Jangan Ada Negosiasi Sedikit Pun dengan China

KNTI menilai tindakan kapal ikan dan penjaga pantai China di Natuna ancaman nyata.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Kapal-kapal China di Natuna.
Kapal-kapal China di Natuna.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) meminta pemerintah Indonesia untuk tidak membuka ruang negosiasi soal wilayah perairan nasional di Kepulauan Natuna. Sedikit negosiasi terbuka, maka Indonesia akan terancam oleh China yang saat ini memiliki kekuatan ekonomi dan politik.

Ketua Harian KNTI, Dani Setiawan mewanti pemerintah untuk tidak bergeser dari kesepakatan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 dimana China dan Indonesia terikat. "Sedikit saja negosiasi bergeser. Maka kecil peluang kita untuk bisa keluar dari ancaman China di laut teritorial nasional," kata Dani di Kantor Pusat DPP KNTI, Jakarta, Kamis (9/1).

Baca Juga

Ia mengatakan, tindakan kapal ikan dan kapal penjaga pantai China yang melakukan aktivitas penangkapan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia merupakan ancaman nyata. China saat ini jauh berbeda dengan era 1980-an dan telah memiliki kekuatan ekonomi dan politik di dunia.

"Itu yang harus dipahami pemerintah bahwa kita menghadapi posisi yang sedang kuat-kuatnya," tegasnya.

KNTI menilai bahwa tindakan China ke Natuna bukan semata-mata atas klaim hak tradisional yang dianggap sebagai wilayah teritorial China. Ada kecenderungan aspek ekonomi politik yang dipegang China agar ingin menguasai sumber daya alam yang terdapat di Natuna.

Tanpa ada sikap tegas, legitimasi China atas wilayah Natuna bisa terus menguat dan mempengaruhi eskalasi politik di wilayah tersebut. Jika pemerintah tidak memiliki ketegasan, peristiwa tersebut akan terus berulang dan China akan selalu mengklaim laut Natuna sebagai wilayahnya.

"Jangan ada materi negosiasi apapun. Ini sangat penting dan strategis bagi Indonesia dan juga negara ASEAN lainnya," katanya.

Pada Rabu (8/1) kemarin, Presiden Joko Widodo mendatangi Kepulauan Natuna dan membagikan sertifikat tanah kepada para nelayan untuk membuktikan bahwa Natuna merupakan Tanah Air Indonesia.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengungkapkan, salah satu tujuan kunjungan Presiden Jokowi ke Natuna untuk menegaskan kedaulatan RI yang tak boleh diganggu. Menurut dia, Presiden memberikan perhatian seriusnya terhadap masalah yang terjadi di Laut Natuna ini.

“Ini memberikan sinyal bahwa pemerintah Indonesia, terutama bapak Presiden, dalam persoalan Natuna ini benar-benar memberikan atensi serius,” jelasnya.

Pramono menyebut, kunjungan Presiden ke Natuna ini bukan yang pertama kalinya. Jokowi sebelumnya juga beberapa kali pernah mengunjungi Natuna untuk masalah serupa. Bahkan saat itu, Presiden mengunjungi Natuna dengan menggunakan kapal perang dan juga menggelar rapat terbatas di atas kapal.

“Dan ini menunjukkan bahwa kedaulatan RI itu tidak boleh diganggu, dan tidak boleh ditawar-menawar, dan itu adalah hal prinsip,” kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement