Kamis 21 Nov 2019 18:51 WIB

Gubernur BI Jelaskan Alasan Pertumbuhan Kredit Masih Melemah

80 persen korporasi memenuhi kebutuhan pendanaannya dari modal sendiri.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolanda
Bank Indonesia mengumumkan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate di posisi 5,00 persen, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, (21/11).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
Bank Indonesia mengumumkan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate di posisi 5,00 persen, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, (21/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan kredit perbankan terus melambat. Pada September 2019, hanya tumbuh sebesar 7,89 persen year on year (yoy), padahal sebelumnya sebesar 8,59 persen yoy pada Agustus. 

Bank Indonesia (BI) menjelaskan, pertumbuhan kredit belum meningkat pesat karena permintaan kredit dari sisi korporasi pun belum kuat. Berdasarkan survei bank sentral, pada 2020 hanya sekitar 47 persen korporasi yang berencana investasi, sisanya belum merencanakan itu sebab masih fokus melakukan konsolidasi kondisi keuangannya. 

Baca Juga

"Itu indikator pertama kenapa permintaan kredit terutama investasi belum kuat," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (21/11).

Indikator kedua, lanjutnya, saat ini impor bahan baku maupun barang modal menurun karena kinerja ekspor pada kuartal satu dan kuartal dua 2019 juga menurun. Pada kuartal tiga, kata dia, ekspor mulai membaik namun belum kuat.

"Ini kenapa impor bahan baku menurun, menunjukkan aktivitas produksi korporasi belum naik pesat. Ini konsisten dengan survei kami mengenai rencana investasi tadi," tuturnya. 

Indikator ketiga, jelas Perry, pembiayaan dari pasar modal dan Utang Luar Negeri (ULN) masih tumbuh, tapi tidak sekuat tahun sebelumnya. Jadi korporasi masih akan melihat prospek pertumbuhan ekonomi ke depan.

Perry menambahkan, kini sebanyak 80 persen korporasi memenuhi kebutuhan pendanaannya dari modal sendiri atau laba yang ditahan. "Kami ajak korporasi yakin, ke depannya ekonomi kita akan membaik dan memperkuat prospek ekonomi serta korporasi. Bi terus memberikan signal kebijakan akomodatif seperti menurunkan suku bunga, kendorkan likuiditas, dan lainnya," tutur dia. 

Sebagai informasi, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan September 2019 yang tinggi yakni 23,19 persen. Lalu rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) berada di angka 2,66 persen (gross) atau 1,18 persen (net). Selanjutnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2019 tercatat sebesar 7,47 persen yoy, menurun dibandingkan Agustus 2019 sebesar 7,62 persen yoy.

"Dengan mempertimbangkan perkembangan tersebut, pertumbuhan kredit perbankan 2019 diperkirakan sekitar delapan persen. Dengan ditopang oleh pertumbuhan DPK yang juga diprediksi tumbuh sekitar delapan persen," tegas Perry. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement