REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak lima perusahaan yang terdiri dari Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, serta swasta melakukan penandatanganan perjanjian pendahuluan (HoA) untuk pembangunan infrastruktur senilai total Rp 29,3 triliun. Pendanaan infrastruktur tersebut murni dikeluarkan oleh perusahaan.
Kerja sama tersebut mencapai kesepakatan berkat fasilitasi oleh Unit Pembiayaan Investasi Non-Anggaran (PINA). Adapun lima perusahaan yang meneken kerja sama yakni yakni PT Jasa Marga (Persero) Tbk dengan PT China Communications Construction Indonesia (CCCI) dengan total investasi Rp 23,3 triliun untuk pembangunan tol ruas Probolinggo-Banyuwangi.
Dari total investasi itu, Jasa Marga menjadi mayoritas investor. Adapun panjang ruas tol tersebut mencapai 172,91 kilometer yang merupakan ruas terakhir dari Tol Trans Jawa.
Kerja sama kedua yakni antara PT Wijaya Karya (Persero) Tbk dan BUMD Jawa Barat PT Jasa Sarana bersama PT ICDX Logistik Berikat. Nilai kerja sama mencapai Rp 6 triliun untuk supplychain financing di bidang konstruksi. Investasi tersebut digelontorkan oleh ICDX Logistik, dimana Rp 5 triliun untuk Wijaya Karya dan Rp 1 triliun untuk Jasa Sarana.
Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Bambang Brodjonegoro, menuturkan, penandatanganan HoA merupakan satu tahap terakhir sebelum tahap pemenuhan pembiayaan. "Investasi bidang infrastruktur di Indonesia masih hal baru. Tugas kita, meyakinkan pihak investor baik dalam maupun luar negeri bahwa ada opsi investasi, tidak hanya di sektor manufaktur," kata Bambang di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin (14/10).
Lebih lanjut, Bambang menuturkan, investasi untuk pembiayaan Tol Probolinggo-Banyuwangi menggunakan skema pembiayaan ekuitas. Skema tersebut berarti investasi yang masuk ke Indonesia merupakan penyertaan saham dan bukan utang sehingga pemerintah tidak memiliki kewajiban membayar investasi yang telah dikeluarkan perusahaan.
Pemerintah, menurut Bambang, tengah fokus untuk memperbanyak pembiayaan ekuitas pada proyek-proyek infrastruktur ketimbang pembiayaan utang. "Tentu nanti mereka (investor) akan berbagi dalam konteks dividen yang diperoleh dari proyek ketika sudah mendatangkan keuntungan," kata Bambang.
Adapun struktur pendanaan dalam kerja sama kedua yakni menggunakan skema customized supply chain financing. Skema tersebut merupakan inovasi keuangan terbaru oleh PINA yang diharap dapat menambah ruang modal kerja bagi BUMN dan BUMN. Termasuk juga fleksibilitas dalam tenor dan pelunasan.
Hingga akhir tahun, Bambang menargetkan total pembiayaan infrastruktur nonanggaran pemerintah akan mencapai sekitar Rp 50 triliun. Bappenas meyakini di sisa dua bulan terakhir Indonesia akan mendapatkan pembiayaan infrastruktur sekitar Rp 20 triliiun.
"Mudah-mudahan di sisa dua bulan tercapai total Rp 50 triliun. Kita harus ubah pola pikir bahwa membangun infrastruktur tidak hanya dari APBN dan utang," ujarnya.