Jumat 25 Aug 2023 01:16 WIB

Sri Mulyani: Investasi Infrastruktur di Jawa Lebih Menarik Bagi Investor

Kondisi infrastruktur Jawa jauh lebih matang sehingga lebih menarik bagi swasta

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).
Foto: Republika/Rahayu Subekti
Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers Devisa Hasil Ekspor (DHE) di Gedung Kemenko Ekonomi, Jumat (28/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah menyebut investasi infrastruktur di Jawa lebih menarik daripada di luar Jawa. Hal ini mengingat kondisi infrastruktur Jawa jauh lebih matang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan saat ini pemerintah berupaya mengejar ketertinggalan infrastruktur di luar Jawa. Meskipun masih menjadi tantangan bagi pemerintah, baik pusat maupun daerah.

"Proyek jalan tol di Pulau Jawa relatif lebih matang. Itulah mengapa kita dapat menarik lebih banyak investasi dari swasta," ujarnya acara ASEAN Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting and Related Meetings, Rabu (22/8/2023).

“Jadi kita dapat melihat bahwa Indonesia memiliki perbedaan geografis yang sangat besar. Setiap daerah memiliki daya tariknya sendiri. Di Jawa yang lebih matang karena kepadatan penduduk, lebih menarik bagi sektor swasta,” tambahnya.

Dia mencontohkan, pembangunan proyek jalan tol di Pulau Jawa lebih menarik bagi banyak investor. Sedangkan minat investor di daerah jauh lebih minim, misalnya pada pembangunan jalan tol di Sumatra. 

"Sementara jalan tol di Sumatera, mungkin lebih sedikit karena masih dalam kemacetan dan tantangan pembangunan fisik jalan, yang berbeda dengan Pulau Jawa," ucapnya.

“Pulau-pulau yang lebih kecil dan berpenduduk lebih sedikit, masih menghadapi tantangan. Dalam hal ini, sektor publik atau pendanaan publik lebih dibutuhkan,” tambahnya.

Menurutnya hal tersebut memicu pembangunan infrastruktur yang tidak merata di Indonesia. Padahal, menurut Sri Mulyani, untuk mendorong pemerataan infrastruktur dibutuhkan kolaborasi, baik dari pemerintah maupun sektor swasta, misalnya terkait pembebasan lahan, pembelian lahan, belanja modal, hingga pembangunan. 

Dia menyebut sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur, pemerintah juga telah mencanangkan pembangunan proyek strategis nasional. Sri Mulyani pun mengungkapkan tiga hal penting dalam membangun infrastruktur Indonesia. 

Pertama, merencanakan kebijakan yang tepat untuk menarik investor. "Kebijakan yang tepat akan menarik untuk mewujudkan pembangunan infrastruktur," ucapnya.

Kedua, melakukan persiapan yang matang untuk memulai pembangunan infrastruktur termasuk menyiapkan infrastruktur pendukung seperti jalan raya, sumber air bersih, ketersediaan listrik.

"Biasanya hal tersebut memerlukan persiapan terutama jika mempertimbangkan aspek lingkungan, aspek sosial, dan isu risiko tata kelola," ucapnya.

Ketiga, kolaborasi antar pemangku kepentingan. Sri Mulyani menegaskan, pembangunan infrastruktur tidak bisa mengandalkan satu sumber pembiayaan saja.

Di samping itu, pembangunan infrastruktur pada sektor lainnya juga menghadapi tantangan. Sri Mulyani menyebut pengembangan infrastruktur air cenderung mengalami hambatan karena membutuhkan partisipasi pemerintah daerah dan perusahaan air minum setempat.

Kemudian pembangunan beberapa bandara menurutnya cukup sukses, terutama di kota-kota besar sehingga sebagian besar proyek tidak lagi membutuhkan dukungan dari anggaran pendapatan dan belanja negara.

“Karena traffic-nya sudah cukup matang, bandara semakin sibuk, dan itulah mengapa perluasan bandara menjadi lebih menarik untuk menarik sektor swasta. Jadi yang satu ini tidak bergantung sepenuhnya pada pendanaan publik lagi,” ucapnya.

Menurutnya Indonesia juga tengah membangun ibu kota negara nusantara di Kalimantan, masih banyak membutuhkan dana publik untuk membangun infrastruktur dasar sehingga baru akan menarik lebih banyak partisipasi sektor swasta, termasuk pada sektor perumahan.

“Peran dari pemerintah daerah juga masih perlu terus diberdayakan dan diperlengkapi dalam hal kapasitas, pembiayaan, dan manajemen risiko.

Berdasarkan Buku Nota Keuangan 2024 anggaran infrastruktur yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara belum sepenuhnya mampu membiayai kebutuhan investasi pembangunan infrastruktur nasional.

Dalam upaya mencapai target pertumbuhan produk domestik bruto dalam RPJMN 2020-2024, kebutuhan belanja infrastruktur sebesar Rp 6.445 triliun. Maka itu, diperlukan upaya inovatif untuk mendorong peran serta investasi swasta dan badan usaha melalui beberapa skema KPBU dan skema pembiayaan kreatif lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement