Kamis 10 Oct 2019 07:33 WIB

Ekonom: Butuh Pendekatan Inovatif Atasi Ketimpangan

Ada kemiskinan struktural yang tak dapat diatasi dengan memberikan bantuan umum

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Esthi Maharani
Orang miskin vs orang kaya di Indonesia
Foto: Tim Infografis Republika.co.id
Orang miskin vs orang kaya di Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, pemerintah membutuhkan pendekatan solusi yang lebih spesifik untuk mengatasi permasalahan ketimpangan di Indonesia. Pemerintah tidak cukup mengatasi isu ini dengan cara umum seperti menggelontorkan bantuan sosial (bansos) berupa bantuan pangan.

Tapi, Heri menuturkan, memang ada kalanya titik kemiskinan di suatu negara sulit diturunkan. Dampaknya, ketimpangan pun sulit membaik. Kondisi ini sudah terlihat di Indonesia yang sedang mengalami perlambatan penurunan laju kemiskinan dari tahun ke tahun.

Baca Juga

Penyebabnya, terdapat kemiskinan secara struktural yang tidak dapat diatasi dengan memberikan bantuan bersifat terlalu umum. "Oleh karena itu, dibutuhkan metode pendekatan yang inovatif," ujar Heri ketika dihubungi Republika, Rabu (9/10).

Bantuan tersebut dapat berupa membangun konektivitas berupa jembatan penghubung ke desa ke sekolah di pedalaman. Atau, mengintensifkan pembangunan fasilitas pendidikan di daerah tertinggal. Cara lain adalah dengan membangun jaringan internet di kawasan yang sebelumnya tidak pernah tersentuh.

Heri menuturkan, anggaran bantuan inovatif tersebut bisa saja tidak masuk ke pos bantuan sosial (bansos) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah (APBN). Bantuan tersebut dapat dialokasikan ke program-program Kementerian/ Lembaga (K/L) teknis. "Bantuan inovatif ini dapat mengatasi kemiskinan struktural lebih cepat," katanya.

Ketimpangan terjadi karena kesenjangan antara kemampuan konsumsi golongan masyarakat atas dengan bawah atau miskin semakin tinggi. Di satu sisi, golongan atas memiliki pertumbuhan konsumsi cepat, sedangkan masyarakat miskin masih lambat. Heri menggambarkan, orang kaya melaju dengan mobil, sedangkan orang miskin hanya menggunakan sepeda. Meski sama-sama melaju, kecepatannya berbeda.

Untuk negara berkembang seperti Indonesia, Heri mengakui, ketimpangan akan menjadi permasalahan panjang. Khususnya ketika distribusi aset-aset ekonomi masih terkonsentrasi ke beberapa golongan saja. Dampaknya, pemanfaatan oleh buruh atau golongan bawah menjadi kurang optimal.

Sebelumnya, laporan akhir Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) kepada Wakil Presiden Jusuf  Kalla menyebutkan bahwa ketimpangan di Indonesia dinilai makin hari makin jauh. Kondisi ini terjadi di tengah tingkat kemiskinan yang selama ini diklaim kian menurun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement