Kamis 05 Sep 2019 22:51 WIB

Jepang Dapat Untung dari Perang Dagang China-AS

Perang dagang meningkatkan biaya produksi di China.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Bendera Cina dan AS
Foto: AP PHOTO/Andy Wong
Bendera Cina dan AS

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO – Tensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China belum terlihat tanda-tanda mereda. Di sisi lain, pergolakan ini menawarkan peluang besar bagi pembuat rakitan elektronik Jepang yang memiliki hubungan dengan Asia Tengara.

Kaga Electronics berencana berinvestasi 500 juta yen (4,71 juta dolar AS) untuk membangun pabrik kedua mereka di Thailand. Pabrik ini dijadwalkan beroperasi pada akhir tahun. Dilansir di Nikkei Asian Review, Kamis (5/9), proyek di Provinsi Chonburi ini ditujukan untuk memenuhi peningkatan permintaan komponen circuit board dari produsen printer.

Baca Juga

Pabrik tersebut diprediksi akan menghasilkan pendapatan 10 miliar yen dalam kurun waktu dua tahun. Nominal yang besar tersebut tidak terlepas dari kemungkinan langkah para produsen untuk memindahkan produksi keluar dari China ke Asia Tenggara. Mereka ingin menghindari dampak dari masalah perdagangan AS-China.

Secara jangka panjang, Kaga Elektronik memprediksi pendapatan dalam layanan manufaktur elektronik yang tinggi. Pada 2021, mereka diperkirakan bisa meraih pendapatan 14 miliar yen, naik setengahnya dari tahun fiskal 2018.

China, yang dijuluki sebagai pabrik dunia, merupakan pusat terbesar untuk layanan manufaktur elektronik. Tapi, meningkatnya biaya tenaga kerja dan perang dagang China-AS meningkatkan biaya produksi di Negeri Tirai Bambu untuk kebanyakan perusahaan.

Sebagai alternatif, tidak sedikit produsen memilih beralih ke pabrikan rakitan Jepang. Mereka dinilai tepat menjadi pemasok alternatif karena sudah lama fokus di Asia Tenggara.

Selain Kaga Electronics, Meiko Electronics turut terkena dampak. Produsen circuit boards di Vietnam ini telah menandatangani perjanjian mengakuisisi perusahaan manufaktur asal Vietnam. Meiko akan menghabiskan 800 juta yen untuk 60 persen saham.

Langkah tersebut sebagai respons Meiko Electronics atas lonjakan permintaan dari perusahaan yang memperoduksi peralatan otomotif hingga pengeras suara di Cina. Tren ini merupakan dampak dari kekhawatiran dunia usaha tidak dapat menanggung biaya tarif tambahan apabila mereka tetap bekerja sama dengan pemasok rakitan asal Cina.

Meiko memproyeksikan peningkatan pendapatan dari layanan manufaktur elektronik terus tumbuh. Diperkirakan, pada 2020, nilainya mencapai dua kali lipat dibandingkan tahun  ini yang diprediksi menyentuh 8,9 miliar yen.

Diketahui, Washington telah menetapkan 15 persen pungutan tambahan pada sejumlah produk impor China pada Ahad (1/9). Di antaranya barang-barang konsumen seperti smartwatch dan printer.

Tidak seperti kebanyakan produsen manufaktur yang menggunakan Cina sebagai lokasi pusat perusahaan, pabrikan Jepang justru fokus pada Asia Tenggara. Mereka banyak membangun perusahaan listrik hingga pembuatan mobil di kawasan tersebut.

Kecakapan teknis dan pengetahuan produsen Jepang tentang rantai pasokan hingga manajemen pabrik yang telaten mebuat mereka menjadi alternatif banyak perusahaan. Beberapa perusahaan telah beralih ke layanan perakitan Jepang, sebagai pengganti untuk produksi in-house di China.

Perusahaan riset asal Inggris, Technavio, memprediksi, pasar global untuk layanan manufaktur elektronik akan meningkat 17 persen dari 2018, yakni menjadi 556 miliar dolar AS pada 2022. Produksi di Asia Tenggara diperkirakan akan terus tumbuh seiring dengan ketegangan perdagangan dan biaya tenaga kerja di China yang lebih tinggi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement