REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) perubahan keenam atas Peratutan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal akhirnya ditetapkan menjadi peraturan daerah (Perda). Perda tentang penyertaan modal dibentuk untuk penguatan kembali tentang proses pemisahan kepemilikan Unit Usaha Syariah dari Bank Jatim, menjadi Bank Umum Syariah.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, saat ini memang belum terpenuhi syarat-syarat untuk melakukan pemisahan atau perubahan dari Unit Usaha Syariah ke Bank Umum Syariah (BUS). Yakni, belum tercapainya angka minimal 50 persen dari aset bank induk, atau sudah mencapai 15 tahun sebagai UUS. Maka dari itus proses pemisahan diharapkan dapat dilaksanakan paling lambat pada 2023.
“Nah apakah 15 tahunnya, ataukah minimal 50 persennya, keduanya memang belum terpenuhi. Kita ingin melakukan secara prudent serta melakukan penguatan kembali,” kata Khofifah di Surabaya, Kamis (29/8).
Dilihat dari segi aset, lanjut gubernur kelahiran Surabaya itu, saat ini UUS Bank Jatim baru memiliki aset sebesar Rp 2,7 triliun, jauh dari total aset bank induknya, yakni Bank Jatim yang mencapai Rp 68,7 triliun. Begitupun usia UUS Bank Jatim yang baru akan menyentuh angka 15 tahun pada 2023.
"Kami ingin dulu melakukan penguatan kembali, supaya UUS ketika di spin off dari BPD menjadi BUS betul-betul bisa paling tidak 50 persen. Ya mendekati 50 persen dari aset bank induk lah, dan sudah mencapai 15 tahun sesuai di amanat perundangan," ujar Khofifah.
Juru bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPRD Jatim, Aisyah Lilia Agustina mengatakan, ingin mengawasi kondisi keuangan dan struktur kelembagaan UUS Bank Jatim sebelum kemudian benar-benar siap memisahkan dari bank induk. Dengan begitu diharapkan setelah berdiri sendiri menjadi BUS, perseroan bisa berkembang bagus.
"UUS Bank Jatim harus benar-benar siap untuk memisahkan diri menjadi Bank Umum Syariah sesuai waktu yang ditentukan," ujar Aisyah.