Selasa 27 Aug 2019 17:59 WIB

Kemenkeu Siap Tanggung Kenaikan Tarif Iuran BPJS Kesehatan

Jumlah peserta BPJS yang kenaikan iurannya ditanggung Kemenkeu mencapai 37 juta jiwa.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
BPJS Kesehatan.
Foto: Republika/Yasin Habibi
BPJS Kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan bagi peserta yang termasuk dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) dapat dimulai pada Agustus. Mereka adalah penerima bantuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibayari oleh pemerintah.

Sesuai dengan rekomendasi dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), iuran terhadap peserta PBI akan dinaikkan dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu per bulan. “Pemerintah pusat akan menanggung ini sejak Agustus sampai nanti tahun 2019 selesai,” ujar Sri dalam rapat kerja gabungan Komisi XI dan Komisi IX DPR di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Selasa (27/8).

Baca Juga

Selain itu, Sri menambahkan, pemerintah pusat juga akan menalangi beban pemerintah daerah (pemda) yang harus membayarkan iuran PBI di tingkat daerah. Totalnya adalah 37 juta jiwa dengan usulan besaran kenaikan yang sama, yakni dari Rp 23 ribu menjadi Rp 42 ribu per jiwa per bulan.

Sri menuturkan, talangan pemerintah pusat kepada pemda itu berlaku hingga akhir tahun ini. Per Januari 2020, pemda harus membayarnya sendiri melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masing-masing.

Talangan tersebut dimaksudkan untuk menghindari kekacauan yang kemungkinan terjadi di tingkat daerah mengingat pelaksanaan APBD yang sudah diapprove. "(Dengan bantuan pemerintah pusat) APBD jadi tidak perlu berubah," tuturnya.

Sementara itu, Sri mengusulkan, masyarakat di luar tanggungan pemerintah, baru bisa naik mulai Januari 2020. Sisa waktu hingga akhir tahun 2019 dapat dimanfaatkan pihak DJSN ataupun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk sosialisasi kepada masyarakat.

Sri juga mengajukan perubahan ketentuan iuran terhadap TNI, Polri dan Aparatur Sipil Negara (ASN) Pusat atau tergabung dalam Peserta Penerima Upah (PPU Pemerintah). Ia mengusulkan, iuran yang semula berbasiskan sebesar lima persen dari penghasilan tetap menjadi basis lima persen dari penghasilan mereka secara total. "Termasuk di dalamnya adalah tukin (tunjangan kinerja)," ucapnya.

Tapi, Sri menekankan, kelompok tersebut tetap memiliki batasan maksimum, yakni Rp 12 juta. Artinya, tiap TNI, Polri dan ASN Pusat hanya dikenakan iuran paling tinggi adalah Rp 600 ribu per jiwa per bulan. Dari total itu, empat persen di antaranya akan ditanggung oleh pemerintah pusat, sedangkan sisanya dibayar oleh masing-masing pribadi.

Sri mengusulkan, perubahan basis terhadap iuran TNI, Polri dan ASN Pusat ini mulai berlaku pada awal Oktober. Tujuannya, agar pemerintah dapat melakukan sosialisasi terlebih dahulu dan para peserta tersebut bisa segera menyesuaikan.

Apabila ketiga skenario ini diberlakukan, Sri memperkirakan, BPJS Kesehatan akan mendapat suntikan dana tambahan cash sebanyak Rp 13,56 triliun sampai akhir tahun.

Secara rinci, skenario pertama, di mana pemerintah pusat membayar kenaikan iuran PBI akan berkontribusi Rp 9,2 triliun. Skenario kedua, pemerintah pusat yang akan ‘menalangi’ beban pemda akan memberikan cash kepada BPJS Kesehatan hingga Rp 3,34 triliun.

"Sisanya, didapatkan dari kenaikan basis ASN (pusat), TNI dan Polri yang akan naik Oktober," kata Sri.

Dana tersebut akan bertambah apabila diiringi dengan bauran kebijakan yang direkomendasikan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dilaksanakan BPJS Kesehatan. Sri memperkirakan, langkah tersebut akan membantu BPJS Kesehatan mendapatkan dana tambahan hingga Rp 5 triliun hingga akhir tahun.

Secara total, Sri menyebutkan, BPJS Kesehatan berpotensi mendapatkan Rp 18,57 triliun. Jumlah ini mampu menutupi setidaknya setengah dari estimasi defisit BPJS Kesehatan yang disampaikan DJSN ke Kemenkeu, yakni Rp 32,84 triliun.

Sri mengatakan, skenario tersebut akan lebih efektif dibandingkan injeksi ‘gelundungan’ yang selama ini sudah dilakukan Kemenkeu. Sebab, injeksi ini memiliki akuntabilitas paling lemah dan tidak mampu memperbaiki sistem fundamental. "Yakni dari sisi iuran peserta JKN," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement