Senin 12 Aug 2019 05:15 WIB

Belum Adanya Kemudahan Berbisnis Hambat Investasi Pelabuhan

Indonesia kalah dengan Thailand dan Malaysia dalam hal peringkat kemudahan berbisnis

Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ilustrasi
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Pekerja melakukan bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum adanya kemudahan berbisnis, yang sesuai harapan, dinilai masih menjadi hambatan bagi investor terlibat dalam pembangunan pelabuhan. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih mengatakan kemudahan berbisnis masih menjadi masalah bagi penanaman investasi di Indonesia.

Meski, menurut Lana, peringkat kemudahan usaha (ease of doing business/EoDB) Indonesia mengalami perbaikan, namun masih kalah dibandingkan Thailand dan Malaysia. Kedua negara tetangga Indonesia ini yang sudah masuk dalam kategori sangat mudah atau very easy.

Baca Juga

"Meski peringkat Indonesia sudah naik, namun dalam kenyataannya pengusaha dan swasta belum merasakan komitmen pemerintah dalam mewujudkan kemudahan berbisnis dan berinvestasi, pemerintah masih perlu melakukan perbaikan," kata Lana dalam keterangan resminya di Jakarta, Ahad (11/8).

Padahal, lanjutnya, minat investor swasta lokal maupun asing untuk berinvestasi ke sektor yang berkaitan dengan logistikterus meningkat, sehinggapembangunan pelabuhan perlu menjadi prioritas pemerintah. Salah satu contohnya adalah terhambatnya pembangunan Pelabuhan Marunda, Jakarta.

PT Karya Citra Nusantara, salah satu perusahaan swasta lokal yang dimiliki oleh PT Karya Tekhnik Utama dan PT Kawasan Berikat Nusantara, telah mendapat persetujuan untuk membangun Pelabuhan Marunda mulai dari pier atau dermaga I, II dan III pada 2005.

Namun, akibat keterlambatan proses perizinan, pekerjaan konstruksi pembangunan pelabuhan yang ditargetkan selesai pada 2012, akhirnya molor dan diperkirakan selesai pada 2023. Saat ini PT Karya Citra Nusantara tetap konsisten membangun pier I yang sudah beroperasi sejak 2012 dan sudah menyelesaikan 70 persen pembangunan pier II.

Sementara itu Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memaparkan Indonesia masih membutuhkan kehadiran pelabuhan khusus untuk bongkar muat barang yang mampu melayani kapal di atas 3.500 TEUs, karena kapasitas pelabuhan yang ada saat ini masih terbatas. Selama 2015-2018, sudah dibangun 120 fasilitas pelabuhan dan 18 rute konektivitas laut.

"Minat investor untuk membangun pelabuhan sebenarnya masih tinggi, namun beberapa investor mundur perlahan karena tidak ada kemudahan dalam berbisnis," kata Tauhid.

"Investasi pelabuhan sifatnya jangka panjang, sehingga perlu komitmen jangka panjang juga untuk menciptakan iklim yang kondusif," ujarnya menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement