REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Induk Baitut Tamwil Muhammadiyah (BTM) menaruh perhatian besar terhadap perkoperasian di Indonesia. Untuk itu, Induk BTM memberikan enam rekomendasi terkait Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) yang ke-72 yang jatuh pada 12 Juli 2019.
“Kami menyambut gembira dan mengucapkan selamat Harkopnas yang ke-72. Meskipun demikian, ada enam rekomendasi yang ingin kami sampaikan terkait dengan perjalanan dan pengembangan koperasi selama ini yang dikenal sebagai kekuatan Soko Guru ekonomi bangsa tersebut,” kata Direktur Eksekutif Induk BTM, Agus Yuliawan dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (12/7).
Pertama, diperlukan meneguhkan kembali peran dan fungsi koperasi sebagai kekuatan ekonomi rakyat yang mampu menjawab persoalan ekonomi mulai dari hulu hingga hilir. Sejauh ini, kata Agus, peran koperasi di negeri ini masih dipandang sebelah mata sebagai ekonomi kaum pinggiran dan belum menjadi kekuatan ekonomi raksasa yang patut untuk diperhitungkan. “Maka dari itu koperasi harus mampu berubah dan mampu mengikuti perkembangan zaman di era industri 4.0 saat ini,”ucapnya.
Kedua, Agus menambahkan, diperlukan kebijakan-kebijakan yang masif dan strategis oleh pemerintah dalam mengembangkan koperasi dan usaha kecil dan menengah (UKM) dan tak bisa kebijakan ini hanya dibawah institusi Kementerian Koperasi dan UKM saja dengan jumlah pagu anggaran APBN yang terbatas.
“Maka itu sangat diperlukan integrasi kebijakan antarkementerian, lembaga negara bahkan jika diperlukan dilakukan harmonisasi dan deregulasi untuk mengarah pada pengembangan koperasi dan UKM. Dengan demikian peran koperasi bisa bermain secara luas dalam mengembangkan usaga dan melebihi perseroan selama ini,” tuturnya.
Ketiga, perlu dihilangkan “politisisasi koperasi” di mana sering kali kata koperasi atau ekonomi rakyat sebagai jargón dan disebut-sebut dalam setiap kampanye politik, tapi dalam kenyataanya setelah usai pemilu atau pilkada kebijakan ekonomi politik pembangunan mengarah pada liberalisasi ekonomi.
“Untuk itu diperlukan pendidikan perkoperasian dalam literasi pendidikan politik dalam spektrum partai politik, sehingga masing – masing partai politik akan memiliki platform tentang pembangunan koperasi dan ekonomi kerakyatan secara konkret,” ujarnya.
Keempat, kata Agus, Induk BTM mendukung penuh diterbitkannya masterplan ekonomi syariah Indonesia dalam Komite Nasional Keungan Syariah (KNKS) yang di dalamnya berisi tentang pengembangan koperasi syariah sebagai keuangan inklusi. “Maka dari itu, kami berharap dengan adanya masterplan tersebut, sebagai rujukan terhadap keberadaan pasal tentang koperasi koperasi syariah pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Koperasi yang akan disahkan menjadi Undang – Undang,” tuturnya.
Kelima, Induk BTM mengajak kepada masyarakat untuk menjadi anggota aktif koperasi, khususnya koperasi syariah untuk selalu mengawal dan mengontrol jalannya koperasi tersebut. “Caranya, dengan lebih partisiptatoris dan rasa memiliki koperasi sebagai karakter dalam bergotong-royong, untuk menciptakan perkuatan permodalansecara self help organization (SHO). Sehingga menjadi kekuatan kemandirian ekonomi dan menumbuhkan semangat kewirausahaan,” paparnya.
Keenam, kata Agus, BTM mendorong terciptanya trust (kepercayaan) masyarakat terhadap koperasi sebagai lembaga keuangan mikro yang professional. Untuk itu diperlukan penguatan profesionalisme dalam pengelolaan, risk manajemen serta pengawasan dan kepatuhan secara legal. Dengan demikian koperasi benar-benar memiliki kontribusi terhadap pembangunan ekonomi nasional. “Dengan enam rekomendasi ini, Induk BTM berharap, keberadaan dari koperasi benar-benar menjadi nilai bagi pengembangan ekonomi nasional,” ujar Agus Yuliawan.