Kamis 11 Jul 2019 16:05 WIB

JK Minta Industri Efisien agar Bisa Bersaing dengan Cina

Harga produksi baja Cina hanya 400 dolar AS dibandingkan Indonesia 600 dolar AS.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Friska Yolanda
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menjadi Keynote Speech di Acara Smart Business Talk Making Indonesia 4.0 vs Super Smart Society 5.0 di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (11/07).
Foto: dok. Setwapres
Wakil Presiden Jusuf Kalla saat menjadi Keynote Speech di Acara Smart Business Talk Making Indonesia 4.0 vs Super Smart Society 5.0 di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (11/07).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Presiden Jusuf Kalla mendorong industri di Indonesia lebih efisien dan memanfaatkan teknologi sesuai perkembangan zaman. Menurut JK, hal tersebut penting agar industri di Indonesia tidak kalah saing dengan industri dari luar negeri.

JK mencontohkan, industri baja di Tanah Air yang masih kalah dengan industri baja dari Cina. "Pabrik baja kita masalah. Kenapa masalah, karena tidak bisa efisiensi dibandingkan dengan Cina. Jadi industri pasti tau itu bahwa semua menurun, baja menurun. Jadi, pokoknya efisiensi dan pemakaian teknologi seusai dengan zamannya," ujar JK saat menjadi Keynote Speech di Acara Smart Business Talk 'Making Indonesia 4.0 vs Super Smart Society 5.0' di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (11/07).

Baca Juga

JK pun menjelaskan alasan ongkos pembuatan baja dari Cina lebih murah dibandingkan Indonesia. Menurutnya, itu karena baja dari Cina lebih murah karena menggunakan teknologi terbaru.

"Bayanngkan Indonesia bikin baja harganya 600 dolar AS per tahun. Tapi Cina bikin 400 dolar AS, kalau bikin 500, dia untung 100, kita rugi 100. Jadi makin banyak, karena Krakatau stel (pakai) teknologi lama, kalah dengan teknologi baru yang simpel," kata JK,

JK melanjutkan, hal sama juga terjadi industri semen di Indonesia yang kalah saing dengan semen dari Cina. Menurutnya, dengan teknologi yang baru dan jumlah tenaga kerja yang lebih efisien, maka harga semen dari Cina jauh lebih murah.

"Jadi (harga) industri kita di atas itu. Jadi pilihannya apa. Mau efisien atau mahal, untuk melindungi, tidak bisa kita dalam industri terbuka ini, jadi solusinya Krakatau steel. Contohnya pabrik semen pegawainya 600 orang, tapi China hanya 70 orang," ujar JK.

Karenanya, di era revolusi industri 4.0 saat ini, industri Indonesia diharuskan berubah jika ingin tetap bersaing. Meskipun, JK mengaku dilema antara mendukung pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan bahan murah atau berubah untuk tetap melindungi industri.

"Jadi ini persoalannya kita, inilah namanya revolusi industri, ini revolusi efisiensi. Yang mana kita pilih rakyat yang mau murah atau industri yang tidak efisien. Pilihannya sulit emang. Pemerintah ingin industri kita efisien juga," ujar JK.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement