Rabu 10 Jul 2019 22:00 WIB

Penurunan Tiket Pesawat Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Penurunan harga tiket diberlakukan untuk tiga hari, yakni Selasa, Kamis dan Sabtu.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Penumpang berisap memasuki pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani,Semarang,Jawa Tengah,Rabu (10/7).
Foto: Republika/Prayogi
Penumpang berisap memasuki pesawat di Bandara Internasional Ahmad Yani,Semarang,Jawa Tengah,Rabu (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menilai, penurunan harga tiket 208 penerbangan Low Cost Carrier (LCC) dari dua maskapai akan berkontribusi terhadap deflasi dan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, ia belum dapat menyebutkan besaran kontribusi secara mendetail.

Diketahui, kebijakan tersebut dilakukan per Kamis (11/7) pukul 00.00 WIB. Sebanyak 62 di antaranya berasal dari maskapai Citilink, sementara sisanya dari Lion Air. Seluruhnya dikenakan penurunan 50 persen dan diaplikasikan terhadap 30 persen kursi per penerbangan.

Baca Juga

Penurunan harga tiket diberlakukan untuk tiga hari, yakni Selasa, Kamis dan Sabtu dengan penerbangan antara pukul 10.00 hingga 14.00 WIB. Susiwijono memastikan, poin ini telah menjadi kesepakatan antara berbagai pihak terkait, termasuk pihak maskapai, Angkasa Pura (AP) I, AP II, Pertamina, Airnav dan pemerintah. "Semua sudah dibicarakan," ujarnya kepada media di kantornya, Jakarta, Rabu (10/7).

Susiwijono mengatakan, tarif tiket pesawat yang tinggi sejak Oktober 2018 telah memberikan dampak terhadap semua hal. Tidak hanya dari masyarakat, juga berkontribusi terhadap komponen inflasi hingga pertumbuhan ekonomi.

Bahkan, menurut perhitungan pemerintah, tarif tiket yang tinggi pada akhir tahun lalu hingga beberapa bulan terakhir menyebabkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama di bawah ekspektasi pemerintah.

Susiwijono menjelaskan, pemerintah sebelumnya memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama dapat berada di atas realisasi, yaitu 5,07 persen. "Seharusnya kita bisa lebih dari segitu," ujarnya.

Susiwijono menjelaskan, kebijakan ini guna memenuhi kebutuhan dari dua sisi. Yakni, memenuhi ekspektasi pasar terhadap penerbangan murah sekaligus menjaga keberlangsungan industri penerbangan.

Di sisi lain, ini juga sebagai bentuk komitmen keberpihakan dari semua pelaku industri terkait melalui konsep berbagi beban. Sebab, mereka sadar bahwa harga tiket maskapai yang tinggi berpotensi menurunkan permintaan dan berimbas pada penurunan pendapatan.

Untuk memastikan efektivitas kebijakan penurunan harga tiket angkutan udara, pemerintah akan rutin melakukan evaluasi teknis selama sepekan sekali, yaitu tiap Jumat siang. Evaluasi ini akan membahas total potensi kehilangan dan pembagian besaran potensi tersebut ke tujuh pihak terkait. Yaitu, tiga maskapai LCC (Lion Air, Citilink dan Air Asia Indonesia), AP 1, AP 2, Air Nav dan Pertamina.

Susiwijono memastikan, pihak Air Asia Indonesia tetap akan datang pada rapat evaluasi meski tidak ada penerbangan mereka yang terdampak.  Kondisi ini berlaku sekalipun 10 penerbangan Air Asia Indonesia masuk dalam bracket atau dilakukan pada Selasa, Kamis dan Sabtu sepanjang pukul 10.00 hingga 14.00 WIB.

"Dan 10-nya memang nyaris di 50 persen (dari tarif batas atas/ TBA), jadi tidak perlu (diberlakukan kebijakan)," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement