REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional dan Hukum Udara Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana meminta pemerintah ekstra hati-hati dalam memberi kesempatan bagi maskapai asing untuk menerbangkan jalur domestik. Ia khawatir dengan liberalisasi di sektor industri penerbangan.
"Jangan sampai masalah harga tinggi pesawat akan meliberalisasi industri penerbangan nasional," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan di Jakarta, Kamis (6/6).
Presiden mewacanakan untuk mengundang maskapai asing masuk melayani jalur-jalur domestik Indonesia guna menekan tiket pesawat yang mahal menjadi turun drastis.
Meski wacana tersebut patut diapresiasi agar tiket pesawat rute dalam negeri turun, menurut Hikmahanto perlu dipertimbangkan banyak hal, termasuk tiga hal berikut ini.
Pertama, kata dia, dalam hukum udara dikenal asas cabotage yaitu untuk jalur-jalur dalam negeri hanya dapat secara eksklusif dilayani oleh maskapai dalam negeri. Bahkan, secara universal ada larangan maskapai asing melayani rute domestik suatu negara.
Pengecualian bisa terjadi apabila tidak ada kesanggupan dari maskapai lokal untuk melayani jalur-jalur tersebut. Kedua, kata Hikmahanto, adalah kurang tepat apabila masalah harga tiket yang membumbung diselesaikan dengan membolehkan maskapai asing melayani rute dalam negeri.
Dalam jangka panjang, operasi oleh maskapai asing bisa membuat maskapai lokal mati dalam upaya melayani jalur-jalur domestik.
Ketiga, ujar Hikmahanto, penyesalan akan muncul pada masa datang apabila maskapai asing sudah masuk menjalani rute dalam negeri dan kemudian akan dilarang. Pemerintah akan sulit untuk membendung peran maskapai asing dengan peraturan perundang-undangan sekali pasar telah dibuka.
Ia mengatakan pelajaran bisa didapat dari industri perbankan. Kepemilikan asing secara mayoritas pada bank nasional disebabkan karena pemerintah tidak ingin selalu mem-bail out bank nasional ketika bank tersebut menghadapi masalah.
Memang, kata Hikmahanto, dengan membuka pemodal asing untuk memiliki bank lokal saat itu dianggap solusi. Namun ternyata pada kemudian hari bank-bank nasional banyak diakuisisi oleh pemodal asing. Keuntungan pun diraih oleh pemodal asing.
"Saat ini, ketika ada keinginan untuk membatasi kembali pemodal asing dalam bank nasional melalui Amandemen UU Perbankan, banyak pemodal asing merasa keberatan," ujar Hikmahanto.
Pelajaran yang dapat dipetik, Hikmahanto memperingatkan bahwa solusi sesaat justru memberi peluang pasar dari industri tertentu terbuka bagi pelaku usaha asing. Liberalisasi pasar pun terjadi. "Padahal, soko guru perekonomian Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 33 Konstitusi tidak pernah berubah, kataHikmahanto