REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil sejumlah menteri bidang ekonomi untuk datang ke istana, Selasa (14/5) siang. Sejumlah agenda dibahas dalam pertemuan singkat antara Presiden dengan Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Gubernur Bank Indonesia (BI), Menteri Keuangan, dan Menko Perekonomian.
Salah satu topik pembahasan adalah kondisi ekonomi global, khususnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina yang berimbas pada fluktuasi kurs rupiah.
Menko Perekonomian, Darmin Nasution, menyebutkan bahwa Presiden memberi sinyal optimisme bahwa ekonomi domestik mampu bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Bahkan ia menyebut, ekonomi Indonesia harus bisa tumbuh lebih baik di tahun 2019 ini.
Sejumlah langkah antisipasi yang disiapkan pemerintah, ujar Darmin, antara lain dengan mendorong investasi ke dalam negeri. Pemerintah sendiri melihat peluang investasi ini masih terbuka lebar untuk sektor pariwisata, industri, dan agrobisnis.
"Artinya mengantisipasi pelemahan ekonomi dunia kita ingin ekonomi kita itu tetap relatif baik kalau bisa malah sedikit lebih baik dari tahun-tahun yang lalu. Kira-kira garis besarnya itu," kata Darmin, Selasa (14/5).
Perang dagang AS-Cina memang imbasnya dirasakan Indonesia. Kurs rupiah tercatat melemah terhadap dolar AS pada Selasa (14/5) pagi. Meski begitu, pemerintah memandang pelemahan nilai tukar rupiah pada awal pekan ini tidak mengkhawatirkan.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa (14/5), memang melemah dipicu aksi saling balas ancaman dagang AS dan China. Rupiah pada Selasa (14/5) pagi melemah 32 poin atau 0,22 persen menjadi Rp 14.455 per dolar AS, dibandingkan hari sebelumnya Rp 14.423 per dolar AS.