Selasa 05 Mar 2019 03:00 WIB

BUMN dan BUMD Diminta Jadi 'Bapak Angkat' Industri Sarung

Produsen sarung rumahan juga dihadapkan kesulitan.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah pekerja membungkus kain sarung di salah satu industri sarung, Tegal, Jawa Tengah, Senin (21/5).
Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Sejumlah pekerja membungkus kain sarung di salah satu industri sarung, Tegal, Jawa Tengah, Senin (21/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) lebih banyak mengalokasikan dana pertanggungjawaban sosial perusahaan (CSR) untuk produsen sarung rumahan. Permintaan muncul karena selama ini pelaku UMKM yang bergerak dalam produksi sarung mengaku kesulitas mengakses pasar, akibat minimnya dukungan permodalan.

Sekretaris Jenderal API, EG Ismy, menyebutkan bahwa BUMN dan BUMD bisa mendukung industri sarung dengan cara menjadi 'bapak angkat'. Misalnya, BUMN dan BUMD bisa menyediakan pembiayaan bagi produsen sarung untuk ikut pameran di luar negeri. Ismy memandang bahwa akses pameran di luar negeri merupakan jalan mulus bagi produsen sarung untuk memperluas pasar.

Baca Juga

"Karena si produsen sarung ini sangat terbatas modalnya," kata Ismy, Senin (4/3).

Tak hanya itu, produsen sarung juga dihadapkan kesulitan dalam mengatus arus kas keuangannya. Ismy menyebutkan, produsen sarung harus membeli bahan baku, bayar upah tenaga kerja, bayar rekening listrik, dan pengeluaran lain dengan cara kontan. Padahal di sisi lain, hasil penjualan produk kepada para pembeli agent/reseller baru bisa dibayarkan 2-3 bulan setelah pengiriman barang, bahkan banyak yang pakai cek mundur. Artinya, persoalan modal memang masih menjadi kendala bagi produsen sarung rumahan.

"Jadi sering sekali modal produsen sarung ini yang terbatas jadi mandek/tidak jalan. Ditambah lagi untuk produk sarung ini penjualannya hanya waktu-waktu tertentu saja, sehingga si produsen bekerja tidak full. Sementara bunga bank jalan terus," jelas Ismy.

Sedangkan untuk mengakses kredit ke perbankan, Ismy menyebut hal itu tak mudah untuk dilakukan. Alasannya, bank harus melihat agunan dan bunga yang diberikan pun tergolong tinggi. Ismy mendesak pemerintah memberikan insentif bagi UMKM sarung, khususnya di daerah-daerah yang kesulitas mengakses modal. Sering kali, katanya, produsen sarung tradisional kesulitan memperluas pasar karena tak ada modal. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement