REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan negara-negara berkembang untuk menjaga rasio utang tetap berkelanjutan di tengah dinamika ekonomi dunia yang semakin menantang. Peringatan IMF ini menyusul pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,5 persen di 2019 dan 3,6 persen untuk 2020, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yakni 3,7 persen untuk 2019 dan 2020 berturut-turut.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang 'suram' ini dirilis IMF dalam Forum Ekonomi Dunia (WEF) di Davos, Swiss, Senin (21/1) kemarin. IMF menggaris bawahi sejumlah risiko yang menekan pertumbuhan ekonomi dunia, termasuk perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina yang masih berlangsung hingga rencana keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Dalam paparan World Economic Outlook (WEO) yang diterbitkan IMF pada Januari 2019 ini, IMF menyebut bahwa pasar negara berkembang sebetulnya sudah terbukti 'ampuh' mengatasi kondisi eksternal yang sulit. Selama beberapa bulan terakhir, ekonomi dunia memang diramaikan dengan dinamika tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina, naiknya suku bunga bank sentral AS, tumbuhnya nilai tukar dolar AS, hingga volatilitas harga minyak mentah.
"Di beberapa negara, menangani utang swasta yang tinggi, neraca pembayaran, dan ketidakseimbangan aset pada neraca perusahaan, membutuhkan kerangka makroprudensial yang kuat," tulis IMF dalam laporannya.
IMF juga menyebutkan bahwa kebijakan fiskal yang tepat oleh pemerintah negara berkembang harus mampu memastikan rasio utang tetap stabil. Pemerintah, sebut IMF, juga harus sanggup memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran dan merasionalisasikan belanja rutin agar bisa mendorong pertumbuhan yang inklusif.
Rilis IMF ini senada dengan konten pidato Direktur Pelaksana IMF, Christine Lagarde, di di konferensi pers Prospektus Ekonomi Dunia di Davos, Swiss yang menyebutkan bahwa mengurangi utang pemerintah adalah salah satu metode untuk menekan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi. Lagarde berpendapat, pengurangan utang pemerintah bisa memberikan ruang untuk melawan penurunan ekonomi. Namun, hal itu harus dilakukan secara fleksibel dan lebih elastis, agar pengurangannya justru tak semakin menurunkan perekonomian pada negara tersebut.
"Mengurangi utang pemerintah yang tinggi akan membuka ruang yang dibutuhkan untuk melawan penurunan di masa depan. Tetapi ini harus dilakukan dengan cara yang adil dan ramah pertumbuhan," ujar Lagarde dalam keterangan resmi.