Senin 21 Jan 2019 09:02 WIB

Pertumbuhan Ekonomi Cina Melambat dalam 28 Tahun Terakhir

Cina menyumbang hampir sepertiga pertumbuhan global dalam dekade terakhir.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
Perekonomian Cina
Foto: VOA
Perekonomian Cina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina mengalami pertumbuhan ekonomi paling lambat dalam 28 tahun terakhir. Hal ini terjadi akibat melemahnya permintaan domestik dan kenaikan tarif yang ditetapkan oleh Amerika Serikat (AS).

Perlambatan ekonomi Cina memicu kekhawatiran terhadap ekonomi global. Apalagi, Cina telah menyumbang hampir sepertiga pertumbuhan global dalam dekade terakhir. 

Dilaporkan Reuters pada Senin (21/1), berdasarkan analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan ekonomi Cina telah tumbuh 6,4 persen pada kuartal Oktober-Desember dari tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut terbilang melambat dari laju 6,5 persen pada kuartal sebelumnya dan tingkat kesesuaian terakhir terlihat pada awal 2009 selama krisis keuangan global. Hal ini bisa menarik pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) 2018 menjadi 6,6 persen, terendah sejak 1990 dan turun dari 6,8 persen dari angka yang direvisi pada 2017. 

Kepala ekonom Cina di BNP Paribas, Chen Xingdong, mengatakan para investor seharusnya tidak mengharapkan putaran stimulus terbaru untuk menghasilkan hasil yang sama seperti selama krisis global 2008-2009. Adapun ketika itu paket pengeluaran besar Beijing dengan cepat mendorong pertumbuhan.

"Apa yang benar-benar dapat dilakukan Cina tahun ini adalah untuk mencegah deflasi, mencegah resesi dan pendaratan keras dalam ekonomi," kata Chen.

Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi Cina cenderung menurun menjadi 1,5 persen pada Oktober-Desember dari 1,6 persen pada periode sebelumnya. Adapun kontraksi yang mengejutkan pada data perdagangan bulan Desember dan indikator aktivitas pabrik dalam beberapa minggu terakhir. 

Seorang narasumber yang enggan disebutkan namanya mengatakan kepada Reuters bahwa, Beijing berencana untuk meningkatkan target pertumbuhannya menjadi 6-6,5 persen pada 2019. Ekspansi industri dan pengeluaran konsumen yang lebih lemah dapat menekan margin laba perusahaan. Hal ini juga dapat mengecilkan investasi baru dan meningkatkan risiko kehilangan pekerjaan yang lebih tinggi.

Sebelumnya, beberapa pabrik di Guangdong telah tutup lebih awal dari biasanya menjelang libur panjang Tahun Baru Imlek, karena perang tarif dengan Amerika Serikat telah membatasi pesanan. Sementara pabrik yang lainnya telah menangguhkan produksi dan mengurangi jam pekerja. Jika perang dagang berlanjut, beberapa pekerja migran mungkin tidak memiliki pekerjaan.

Sejauh ini, para pembuat kebijakan Cina telah melacak proyek-proyek konstruksi dengan cepat, dan memangkas pajak serta beberapa bea impor untuk memacu permintaan. Sementara, untuk membebaskan lebih banyak dana peminjaman, khususnya bagi perusahaan-perusahaan kecil yang lebih rentan, bank sentral telah memotong jumlah cadangan yang perlu disisihkan oleh bank sebagai cadangan (RRR) lima kali selama setahun terakhir. Bank sentral Cina mengarahkan biaya pinjaman lebih rendah.

Pengurangan RRR lebih lanjut diperkirakan terjadi pada kuartal mendatang. Tetapi sebagian besar analis belum melihat pemotongan suku bunga acuan saat ini, karena pembuat kebijakan menunggu untuk melihat apakah langkah-langkah sebelumnya dapat menstabilkan kondisi perlambatan ekonomi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement