Selasa 28 Nov 2023 07:21 WIB

Laba Industri Melambat, Pemerintah China Diminta Lebih Banyak Beri Stimulus

Volatilitas profit jadi tanda industri masih sangat sensitif terhadap biaya produksi.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
Foto yang diambil saat tur pers memperlihatkan karyawan yang bekerja di pabrik yang memproduksi PCB (papan sirkuit tercetak) dan komponen elektronik lainnya, di Wuxi, China, 21 Februari 2023.
Foto: EPA-EFE/ALEX PLAVEVSKI
Foto yang diambil saat tur pers memperlihatkan karyawan yang bekerja di pabrik yang memproduksi PCB (papan sirkuit tercetak) dan komponen elektronik lainnya, di Wuxi, China, 21 Februari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Laba perusahaan-perusahaan industri China memperpanjang kenaikan yang telah terjadi pada Oktober, meskipun dengan laju yang lebih lambat. Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan lebih banyak dukungan kebijakan dari Beijing untuk membantu menopang pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Seperti dilansir Reuters, kenaikan sebesar 2,7 persen secara tahunan (yoy) membuat pertumbuhan laba kembali menyempit menjadi satu digit, menyusul kenaikan 11,9 persen pada September dan kenaikan 17,2 persen pada Agustus. Kondisi itu memberikan tekanan pada pembuat kebijakan untuk memperluas bantuan kepada produsen seiring dengan melemahnya permintaan global.

Baca Juga

Biro Statistik Nasional China (NBS) menunjukkan, selama 10 bulan pertama 2023, laba industri turun 7,8 persen dari tahun sebelumnya, menyempit dari penurunan sembilan persen pada sembilan bulan pertama tahun ini. 

Perekonomian China kesulitan untuk mencapai pemulihan pasca-Covid yang kuat karena tekanan pada pasar perumahan, risiko utang pemerintah daerah, pertumbuhan global yang lambat, dan ketegangan geopolitik. Serangkaian langkah-langkah dukungan kebijakan hanya berdampak kecil, sehingga meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk mengeluarkan lebih banyak stimulus.

Ekonom Senior di Economist Intelligence Unit (EIU), Xu Tianchen, mengatakan pertumbuhan laba positif selama tiga bulan berturut-turut menunjukkan bahwa masa-masa terburuk, ketika profitabilitas terhimpit oleh biaya produksi yang tinggi, kelebihan kapasitas, dan lemahnya permintaan, telah berakhir. "Namun, volatilitas profit merupakan tanda bahwa perusahaan masih sangat sensitif terhadap biaya produksi. Perlambatan tajam pada pertumbuhan laba secara tahunan sebagian didorong oleh pemulihan harga energi," kata Xu.

Goldman Sachs mencatat perbedaan keuntungan di berbagai sektor dan perusahaan tetap signifikan. Misalnya, laba perusahaan mebel turun 11,8 persen yoy selama 10 bulan pertama 2023. Sementara laba produsen elektronik melonjak 20,8 persen yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Tanda-tanda awal kembalinya siklus elektronik global akan menguntungkan produsen China," kata Xu.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement