Selasa 15 Jan 2019 12:18 WIB

Indef Prediksi Penutupan Gerai Ritel akan Berlanjut di 2019

Peralihan ke online belum jadi alasan penurunan penjualan ritel.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Friska Yolanda
Suasana minimarket Seven Eleven yang telah disegel di Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan, Jumat (23/12).
Foto: Republika/ Raisan Al Farisi
Suasana minimarket Seven Eleven yang telah disegel di Jalan Warung Buncit, Jakarta Selatan, Jumat (23/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyebut tren penutupan beberapa toko ritel ternama di Indonesia bisa jadi akan berlanjut di 2019. Sebab pertumbuhan retail cenderung melambat pada 2018 lalu akibat pertumbuhan konsumsi rumah tangga hanya stagnan di angka lima persen rata-rata.

"Masih akan berlanjut gelombang penutupan ritel selama konsumsi rumah tangga dan daya beli melemah. Kondisi makro ini mulai pulih tapi sangat lambat," katanya kepada wartawan, Selasa (15/1).

Bhima memperkirakan pertumbuhan ritel keseluruhan di 2019 diperkirakan masih di angka lima sampai tujuh persen. Ini sejalan dengan pertumbuhan konsumsi yang juga masih datar di lima persen.

"Jadi tidak akan jauh-jauh dari situ," ujarnya.

Ia mengingatkan selama kondisi makro ekonomi tidak mengalami perbaikan yang signifikan maka tren penutupan gerai ritel sangat mungkin akan berlanjut. Apalagi, sebut dia, tahun ini diprediksi ekonomi dunia masih melambat.

photo
Departement Store Debenhams

"Pastinya akan berpengaruh ke kinerja ekspor, dan pendapatan masyarakat. Di sisi lain efek pemilu, bisa jadi membuat kalangan menengah atas menahan belanja," katanya.

Kelompok kelas menengah atas ini masih khawatir bila pemilu kali ini, membikin masyarakat gaduh. Ini terutama kondisi kelas menengah perkotaan. Sementara bunga kredit makin mahal jadi mau belanja pakai kartu kredit masyarakat berpikir berulang kali. 

"Belum cicilan rumah dan kendaraan bermotor jadi naik. Alokasi untk beli kebutuhan pokok di supermarket pun pastinya akan berkurang," jelasnya.

Soal peralihan pembeli ke online menurutnya, belum menjadi alasan besar penurunan penjualan ritel. Sehingga menurutnya shifting ke e-commerce tidak pas. Porsi e-commerce baru kecil skitar satu sampai persen dari total ritel. Barang yang dijual di platform e-commerce 70 persen lebih adalah fashion sementara yang dijual di supermarket adalah fast moving consumer goods (FMCG).  "Jadi marketnya pun berbeda," katanya.

Selama 2018 setidaknya sudah ada lima riteler ternama yang tutup. Toko tersebut di antaranya Seven-Eleven, Matahari Pasar Raya Blok M dan Manggarai, Lotus, Debenhams dan GAP. Sementara yang mengurangi gerai ada Hero Group dan MAP. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement