REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira meminta pemerintah tidak langsung puas dengan kinerja penerimaan negara yang menembus target tahun lalu. Menurut Bhima, hal itu terjadi berkat adanya peningkatan harga minyak dan batu bara sepanjang 2018.
"Di 2019 tantangan makin kompleks. Harga minyak sekarang trennya turun karena oversupply pasokan di AS. Ada perang dagang penerimaan negara dari batubara bisa tergerus," kata Bhima ketika dihubungi Republika, Selasa (1/1).
Bhima pun menyoroti tax ratio Indonesia yang masih berada di bawah 11 persen. Menurutnya, program amnesti pajak belum memberikan dampak signifikan pada peningkatan basis pajak.
Bhima menyarankan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dengan menggenjot industri manufaktur. Saat ini, ujarnya, industri manufaktur berkontribusi 30 persen dari total pajak.
"Industri jangan loyo. Beri banyak dukungan agar pertumbuhannya tinggi dan kontribusi ke pajak naik," kata Bhima.
Pemerintah melalui siaran pers yang diterbitkan Kementerian Keuangan pada Senin (31/12), menyebutkan penerimaan negara berhasil menembus target APBN 2018 yang sebesar Rp 1.894,7 triliun.
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kinerja APBN 2018 mencatatkan defisit sebesar 1,72 persen terhadap PDB. Angka itu lebih kecil dari target yakni sebesar 2,19 persen terhadap PDB.