Selasa 04 Dec 2018 07:07 WIB

Harga Minyak Melonjak Dipicu 'Gencatan Senjata' AS-Cina

AS dan Cina menyetujui gencatan senjata dalam sengketa perdagangan

Harga minyak dunia (ilustrasi).
Foto: REUTERS/Max Rossi
Harga minyak dunia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak melonjak hampir empat persen pada penutupan pasar Senin (3/12) atau Selasa (4/12) pagi WIB. Lonjakan harga minyak ini terjadi setelah Amerika Serikat dan Cina menyetujui 'gencatan senjata' 90 hari dalam sengketa perdagangan.

Kenaikan harga juga dipicu langkah kelompok eksportir minyak OPEC yang akan mengurangi pasokan. Patokan harga global minyak mentah Brent berjangka menguat 2,23 dolar AS atau 3,75 persen menjadi menetap di 61,69 dolar AS per barel.

Sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) berjangka, meningkat 2,02 dolar AS atau 3,97 persen menjadi menetap di 52,95 dolar AS per barel. Kedua patokan naik lebih dari lima persen pada awal sesi.

Cina dan Amerika Serikat setuju selama pertemuan akhir pekan Kelompok 20 (G20) negara ekonomi utama di Argentina untuk tidak memberlakukan tarif perdagangan tambahan selama setidaknya 90 hari, sementara mereka mengadakan pembicaraan untuk menyelesaikan perselisihan yang ada. Perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia itu telah sangat membebani perdagangan global dan memicu kekhawatiran perlambatan ekonomi.

Minyak mentah belum termasuk dalam daftar produk-produk yang sedang menghadapi tarif impor, tetapi para pedagang mengatakan sentimen positif mendukung pasar minyak mentah.

"Tanda-tanda awal hubungan perdagangan AS-China pada perbaikan telah memberikan dorongan terhadap harga minyak di sesi perdagangan hari ini. Namun demikian, apakah momentum akan bertahan, bergantung pada hasil nyata dari negosiasi," kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy di London.

Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan bertemu pada Kamis (6/12) untuk memutuskan produksi. Kelompok itu, bersama dengan anggota non-OPEC Rusia, diperkirakan akan mengumumkan pemotongan produksi yang ditujukan untuk mengekang banjir pasokan yang telah menurunkan harga minyak mentah sekitar sepertiga sejak Oktober.

"Kami merasa bahwa penurunan sekitar 1,1-1,2 juta barel per hari akan diperlukan jika harga terendah baru harus dihindari," kata Jim Ritterbusch, presiden Ritterbusch and Associates, dalam sebuah catatan.

Dalam OPEC, Qatar mengatakan akan meninggalkan klub produsen tersebut pada Januari. Produksi minyak Qatar hanya sekitar 600 ribu barel per hari, tetapi ini adalah pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar di dunia.

Keputusan Qatar untuk mengundurkan diri dari OPEC menunjukkan frustrasi produsen kecil itu terhadap peran dominan panel yang dipimpin Saudi dan Rusia, Gubernur OPEC Iran Hossein Kazempour Ardebili mengatakan kepada Reuters, menambahkan bahwa pemotongan pasokan harus datang hanya dari negara-negara yang mengalami peningkatan produksi.

Di luar OPEC, produksi minyak Rusia mencapai 11,37 juta barel per hari pada November, turun dari rekor pasca-Soviet 11,41 juta barel per hari yang dicapai pada Oktober, data Kementerian Energi menunjukkan pada Ahad (2/12).

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pada Sabtu (1/12) bahwa dia tidak memiliki angka konkret tentang kemungkinan pemangkasan produksi minyak, meskipun negaranya akan melanjutkan kontribusinya untuk mengurangi produksi global.

Sementara itu, produsen-produsen minyak di Amerika Serikat terus menghasilkan jumlah minyak mentah yang banyak, dengan produksi minyak mentah sekitar 11,5 juta barel per hari.

sumber : Antara/Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement