Jumat 16 Nov 2018 22:18 WIB

Gugatan ke Boeing Butuhkan Hasil Investigasi KNKT

Menurut penggugat, Boeing telah mendesain pesawat 737 MAX 8 dengan cacat.

Rep: Rahayu Subekti\/ Red: Dwi Murdaningsih
Petugas memeriksa kondisi pesawat terbang jenis Boeing 737 milik maskapai penerbanganLion Air sebelum terbang di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (31/10/2018).
Foto: Antara/Aji Styawan
Petugas memeriksa kondisi pesawat terbang jenis Boeing 737 milik maskapai penerbanganLion Air sebelum terbang di Bandara Internasional Jenderal Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (31/10/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga salah seorang korban kecelakaan pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP saat rute penerbangan JT 610 pada 29 Oktober 2018, saat ini melayangkan gugatan kepada Boeing. Meskipun gugatan sudah dilayangkan di Pengadilan Sirkuit Cook County, Illinois, hal tersebut dinilai masih membutuhkan fakta-fakta terkait.

Pakar hukum internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan harus menunggu hasil investigasi yang sekarang masih dilakukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT). "Karena nanti kan masalahnya dilihat dulu ini atas kesalahannya siapa," kata Hikmahanto kepada Republika.co.id, Jumat (16/11).

Hasil investigasi KNKT nantinya akan menujukkan bagaimana porsi maskapai yakni Lion Air dan Boeing dalam kecelakaan yang menyebabkan 189 orang meninggal. Begitu juga dengan porsi pilot yang menerbangkan pesawat tersebut juga bisa menjadi data fakta dari gugatan yang saat ini sudah diajukan.

Menurut Hikmahanto, untuk menganalisis atau menentukan siapa yang bersalah dalam kecelakaan tersebut tidak bisa dilakukan secara kasat mata. "Ibaratnya kalau orang dibunuh harus ada autopsi. Jadi hasil kajian itu yang menentukan siapa yang bersalah," tutur Hikmahanto.

Untuk itu, Hikmahanto menegaskan meski Boeing sudah digugat namun harus menunggu proses investigasi KNKT terlebih dahulu. Hasil investigasi tersebut, kata dia, dapat menjadi bukti untuk menuntut ganti rugi di pengadilan Amerika Serikat jika memang Boeing diduga bersalah.

Dalam proses persidangan atau gugatan nanti, Hikmahanto mengatakan pemerintah Indonesia juga tidak bisa memberikan bantuannya. Hanya saja, Hikmahanto memastikan, meski gugatan dilakukan di Amerika Serikat banyak pengacara yang menangani. "Pasti mau lah menangani perkara seperti ini karena yang digugat Boeing," ungkap Hikmahanto.

Di sisi lain, Hikmahanto mengatakan Lion Air juga harus memenuhi kewajibanya kepada keluarga korban kecelakaan. Dia menegaskan keluarga berhak menerima uang ganti rugi meninggal dunia karena kecelakaan pesawat atau insiden dalam angkutan udara.

Aturan tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. "Sesuai dengan aturan yang berlaku di Indonesia, Lion Air harus memberi Rp 1,25 miliar perorang harus dibayar," tutur Hikmahanto.

 

Jika nantinya, keluarga korban juga merasa kecelakaan tersebut disebabkan oleh kelalaian Lion Air maka juga harus dibuktikan di pengadilan Indonesia. Sebab, kata dia, dalam hukum yang berlaku maka gugatan diajukan ke domisili tergugat.

Sebelumnya, ayah dari Rio Nanda Pratama, korban tewas dalam kecelakaan Lion Air JT 610 mengajukan gugatan terhadap Boeing Co. Menurutnya, Boeing telah mendesain pesawat 737 MAX 8 dengan cacat, sehingga menyebabkan pesawat itu jatuh.

Gugatan tersebut diajukan pada Rabu (14/11) di Pengadilan Sirkuit Cook County, Illinois. Dalam gugatan tersebut dia menuduh Boeing tidak cukup memperingatkan Lion Air atau pilotnya tentang kondisi desain pesawat yang tidak aman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement