Jumat 16 Nov 2018 07:29 WIB

Pemerintah Tolak Permintaan Asosiasi Pelayaran Terkait B20

B20 hanya cocok untuk kapal baru saja yang mesinnya memang sudah dirancang khusus

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Biodiesel (ilustrasi)
Foto: olipresses.net
Biodiesel (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha pelayaran niaga yang tergabung dalam Indonesian National Shipowners Association (INSA) meminta pemerintah memberikan relaksasi terhadap penggunaan biodiesel 20 persen (B20) di industri perkapalan. Relaksasi yang diminta berupa penundaan implementasi hingga ada kajian teknis mengenai dampak B20 terhadap kapal.

Sekretaris Umum INSA Budhi Halim menjelaskan, sejauh ini, B20 belum dapat digunakan armada kapal Indonesia dikarenakan efek negatifnya terhadap mesin. "Kandungan asamnya itu bisa menimbulkan korosi pada mesin kapal," ujarnya ketika dihubungi Republika, Kamis (15/11).

Baca Juga

Menurut Budhi, korosinya tersebut mampu merusak sejumlah komponen seperti turbocharger, economizer hingga cerobong. Apabila dibiarkan terus menerus, kapal dapat mati atau tidak dapat difungsikan kembali dalam kurun waktu dua tahun. Dampaknya, pengusaha harus membeli kapal lagi atau memperbaiki dengan harga yang tidak murah.

Budhi menambahkan, penggunaan B20 hanya cocok untuk kapal baru saja yang mesinnya memang sudah dirancang khusus. Untuk kapal lama, baik itu impor maupun lokal, masih belum compatible dengan bahan bakar diesel campuran minyak nabati 20 persen dengan minyak bumi itu.

Budhi menganjurkan kepada pemerintah dan Pertamina untuk memberikan solusi, terutama dengan menguasai teknologi yang mampu menghilangkan kandungan asam biodiesel. Dengan cara ini, B20 akan bisa dimanfaatkan industri pelayaran.  "Kami bukannya menolak perintah atau keinginan pemerintah. Hanya saja. faktor teknisnya merugikan kapal," tuturnya.

Budhi menilai, penggunaan B20 pada kapal justru berpotensi merugikan pemerintah. Sebab, apabila kapal mengalami rusak akibat korosi, pengusaha akan meminta pihak asuransi untuk membantu menutupi biaya perbaikan. Asuransi bisa berasal dari pihak lokal maupun asing, tergantung asal produksi kapal.

Jika setelah dikaji, pihak asuransi menetapkan bahwa penyebab korosi murni disebabkan B20, mereka akan meminta ganti rugi kepada pemerintah. "Karena mereka (pemerintah) yang mencanangkan program B20, mewajibkan, jadi mereka penanggung jawabnya," ucap Budhi.

Selain kualitas, Budhi meminta  agar pemerintah dapat menjamin ketersediaan pasokan untuk jangka panjang dan harga yang kompetitif. Menurutnya, apabila hal ini sudah dipenuhi, pengusaha pelayaran niaga akan mendukung secara maksimal kebijakan B20.

Usulan INSA untuk relaksasi B20 ini juga sudah disampaikan kepada pemerintah melalui surat bernomor 153/INSA/X/2018. Surat itu ditujukan kepada sejumlah menteri yaitu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan juga Airlangga.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sudah mendengar permintaan dari asosiasi terkait relaksasi B20 sejak dua bulan lalu. Terakhir, masukan itu disampaikan asosiasi pada Rabu (14/11) sore di kantornya.

Tapi, Airlangga menjelaskan, pemerintah tetap memberikan kewajiban kepada asosiasi untuk menggunakan B20 tanpa pertimbangan apapun. "Kami meminta mereka (pengusaha) untuk comply, patuh dengan aturan yang sudah pemerintah keluarkan," ujarnya.

Airlangga menegaskan, pemerintah tidak akan membedakan sektor yang memang diwajibkan menggunakan B20. Sejauh ini, kapal laut milik TNI hingga truk besar pengangkut barang sudah menerapkan peraturan sebelum perluasan B20 mulai diwajibkan pada awal September 2018.

Hanya ada tiga sektor yang diberikan pengecualian sementara, yakni  pembangkit listrik PLN,  sektor persenjataan TNI dan peralatan tambang PT Freeport. "Ini sudah dikoordinasikan melalui Kemenko (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian)," tutur Airlangga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement