Rabu 31 Oct 2018 07:50 WIB

Pengecer Jadi Tantangan BBM Satu Harga

Pengecer kerap memborong BBM dan menjualnya dengan harga tinggi.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Pantauan harga BBM di berbagai SPBU di jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Salah satu SPBU Pertamina, belum mengganti daftar harga BBM meskipun harganya sudah naik per Rabu (10/10).
Foto: Republika/Muhammad Ikhwanuddin
Pantauan harga BBM di berbagai SPBU di jalan Daan Mogot, Jakarta Barat. Salah satu SPBU Pertamina, belum mengganti daftar harga BBM meskipun harganya sudah naik per Rabu (10/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) menyatakan para pengecer menjadi tantangan tersendiri bagi program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga. Para pengecer ini sering membeli dalam jumlah banyak di lembaga penyalur kemudian menjual ke konsumen dengan harga sangat mahal.

Pengecer kerap kali memborong BBM dari Lembaga Penyalur BBM Satu Harga. "Saat stok menipis, mereka mengambil keuntungan dengan menjual lebih mahal berkali lipat kepada masyarakat," kata Koordinator Proyek BBM Satu Harga Pertamina Zibali Hisbul dalam lokakarya untuk media di Jakarta, Selasa (30/10).

Misalnya di Papua, BBM dikirim dengan "air tractor sebanyak 4.000 kiloliter. Namun, BBM tersebut diborong pengecer. "Ketika stok di SPBU habis, pengecer mengambil kesempatan dengan menjual Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu per liter," kata Zibali.

Padahal, kata Zibali, BBM yang disalurkan ke kawasan 3T dalam program BBM Satu Harga lewat lembaga penyalur dijual dengan harga eceran yaitu untuk jenis Premium Rp 6.450 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter.

Oleh karena itu, seringkali masyarakat dan para pemangku kepentingan salah persepsi mengenai realisasi harga pada Program BBM Satu Harga. Zibali menegaskan bahwa BBM Satu Harga direalisasikan dan dioperasikan oleh lembaga penyalur resmi yang diresmikan pemerintah.

Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Jayawijaya berhasil mewujudkan BBM Satu Harga bisa tepat sasaran dengan kartu kendali. Hanya masyarakat yang memiliki kartu ini yang boleh membeli bahan bakar dari lembaga penyalur. Selain itu, dalam kebijakannya, nomor polisi kendaraan yang mengisi BBM juga dicatat sehingga tidak memberi celah bagi pengecer untuk berlebihan mengambil keuntungan .

"Distrik yang belum ada boleh membeli, tetapi jaraknya 10-15 km dari SPBU dan harganya ditetapkan oleh pemerintah, misalnya beli Rp 6.450, dijual maksimal Rp 8.000 itu masih relatif terjangkau masyarakat," katanya.

Pertamina telah berupaya mencegah para pengecer yang mengambil keuntungan secara berlebihan. Pertamina, misalnya, berkoordinasi dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, dan meminta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jayawijaya membagikan kiat keberhasilan pengaturan BBM Satu Harga dengan kartu kendali.

Selain itu, persoalan jarak tempuh dan lokasi juga menjadi hambatan. Di wilayah Papua, perang suku menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina untuk menyalurkan BBM Satu Harga.

"Kita akan fokuskan ke kawasan yang aman dulu karena ada kejadian di mana SPBU Kompak kita dibakar karena sedang ada perang antar suku di salah satu daerah di Papua," ujar Zibali.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement