Jumat 05 Oct 2018 10:58 WIB

Kenaikan Suku Bunga tak Bantu Rupiah

Rupiah terus bergerak melemah di akhir pekan didorong sentimen negatif eksternal.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Friska Yolanda
Ilustrasi Menolong Rupiah
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Menolong Rupiah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rupiah kembali mencatatkan rekor terendah hari ini, Jumat (5/10), ke level Rp 15.182 per dolar AS, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia. Rupiah merosot ke level yang tak pernah tersentuh sejak krisis finansial 1998.

Adapun berdasarkan Bloomberg, pada perdagangan akhir pekan, Jumat (5/10), rupiah dibuka melemah 10 poin di level Rp 15.189 per dolar AS. Rupiah telah terdepresiasi sebesar 12,01 persen sejak awal tahun.

Analis Riset FXTM Lukman Otunuga menjelaskan, depresiasi rupiah dipicu oleh ketegangan dagang Amerika Serika (AS)-Cina yang memburuk, kenaikan harga minyak, dan dolar AS yang secara umum menguat. "Prospek kenaikan suku bunga AS berpotensi mempercepat arus keluar modal dari pasar berkembang, sehingga rupiah tetap rentan mengalami kejutan negatif," jelasnya, Jumat.

Ekspektasi akan semakin besar bahwa Bank Indonesia akan kembali meningkatkan suku bunga untuk menolong rupiah. Namun, upaya ini sepertinya tak dapat membantu banyak untuk membatasi penurunan nilai rupiah. 

Asumsi ini berdasarkan fakta bahwa rupiah tetap terperosok walaupun Bank Indonesia telah meningkatkan suku bunga sebanyak lima kali sejak Mei tahun ini. Arah pergerakan rupiah sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal sehingga prospek jangka pendek hingga menengah tetap bearish. 

"Dari aspek teknis, USDIDR tetap sangat bullish di grafik harian. Penutupan harian di atas 15.000 dapat memicu kenaikan menuju 15.300 bahkan lebih," katanya.

Pekan ini, perdagangan sangat positif bagi dolar AS. Sebagian besar data ekonomi dari Eropa, Inggris, Cina, dan negara lainnya memberi kejutan negatif, tapi ekonomi AS masih berkibar. Ini dapat semakin mendukung apresiasi dolar AS di jangka pendek.

Sebagian investor mungkin ingin menunggu konfirmasi dari laporan non-farm payroll (NFP) pada Jumat sebelum menambah posisi bullish. Mengingat, komponen tenaga kerja dari laporan Indeks Manajer Pembelian (ISM) nonmanufaktur melesat ke rekor tertinggi dan data ADP melampaui ekspektasi sebesar 45 ribu lapangan kerja, ia menduga NFP juga akan melampaui ekspektasi.  

"Walau demikian, saya lebih tertarik mencermati data pertumbuhan upah, karena kejutan positif akan memicu ekspektasi bahwa inflasi akan melampaui target dua persen dan Fed mungkin perlu memperketat kebijakan lebih cepat dari proyeksi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement