REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampuno tak menampik penggunaan biodiesel sebesar 20 persen (B20) di beberapa sektor memang berpotensi akan menambah ongkos perawatan. Sebab, kata Fajar ketika sebuah mesin menggunakan campuran biodiesel maka akan lebih banyak residu dari sisa pembakaran.
Fajar mencontohkan di sektor listrik, turbin yang menggunakan biodiesel perlu melakukan perawatan secara rutin. Jika sebelumnya sebuah pembangkit listrik diesel memerlukan perawatan setiap enam bulan sekali, maka dengan menggunakan B20 ini maka pihak operator pembangkit listrik perlu melakukan perawatan paling tidak tiga bulan sekali.
"Ada beberapa dampak yang timbul dari biofuel, periode pemeliharaan pembangkit jadi lebih pendek yang tadinya 6 bulan menjadi 3 bulan. Dan kemudian penggunaan bahan bakar lebih tinggi HSD sebesar 3 persen," ujar Fajar di Komisi VI DPR, Rabu (26/9).
Baca juga, Pemerintah Hitung Ulang Dampak Penerapan B20
Sedangkan untuk kereta api, kata Fajar PT KAI perlu menambah filter untuk menyaring residu dari biodiesel. Selain itu, komponen penyejuk alat dari kereta lebih cepat aus.
"Untuk KAI, ini jumlah yang gunakan lokomotif 486 unit, genset 26 unit. hampir sama dengan PLN, filter ganti lebih banyak. Kemudian bahan rubber wash lebih cepat haus," ujar Fajar.
Penambahan biaya operasional ini juga dirasakan oleh Pertamina. Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina, Ghandi Sriwidodo mengatakan tambahan biaya operasional yang perlu disiapkan pemerintah adalah terkait perawatan tempat blending (pencampuran).
"Biaya maintenance pencampuran FAME juga tinggi. Posisi kami sebagai BUMN, kami kan mendukung kebijakan pemerintah, kalau rugi atau tidak, kami belum hitung. Tapi kalau pemerintah punya kebijakan untuk mengurangi impor untuk menjaga devisa, ya kami jalankan," ujar Ghandi.
Namun Ghandi belum bisa menjelaskan berapa tambahan biaya yang harus ditanggung oleh Pertamina. Ghandi mengatakan proyek ini dilakukan saja terlebih dahulu, sembari Pertamina menghitung berapa tambahan biaya yang diperlukan Pertamina.
"Fasilitas kami mendukung. Biaya maintenance dan lain-lain, kami hitung dan kami bicarakan untuk kita bilang ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) terkait biaya blending dan biaya transportasi," ujar Ghandi.