REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat penerbangan Arista Atmadjati menyarankan kenaikan tarif batas bawah maskapai penerbangan bisa memiliki dua pilihan. Saat ini pemerintah masih berencana menaikkan tarif batas bawah maskapai menjadi 35 persen.
“Sebetulnya saya cenderung kenaikan untuk maskapai berbiaya hemat 35 persen dan kalau yang full service 40 persen jadi ada dua opsi jalan tengah,” kata Arista kepada Republika.co.id, Rabu (29/8).
CEO dan Founder Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) itu menilai terlebih saat ini maskapai full service pasarnya hanya 30 persen. Sisanya kata dia, 70 persen pasarnya ada pada maskapai berbiaya hemat.
Baca juga, Maskapai Sambut Positif Kenaikan Tarif Bawah
“Jadi artinya kenaikkan lima persen di LCC tidak begitu berdampak. Kalau tarif ke Yogyakarta misalnya Rp 500 ribu sekali jalan kenaikannya hanya 25 ribu. Jadi kenaikannya seharga pulsa saja, kecuali ke Papua,” tutur Arista.
Arista mengakui permintaan kenaikan tarif batas bawah dipicu karena semua struktur biaya maskapai naik semua. Terutama, lanjut Arista, harga bahan avtur sejak beberapa tahun belakangan sudah mengalami kenaikan 40 persen.
Begitu juga dengan pengaruh harga dolar AS yang menurutnya sangat berpengaruh pada struktur biaya maskapai. “Kurs dolar AS itu memegang 75 persen biaya di maskapai. Artinya dari harga dolar AS saja sudah menderita belum lagi avtur itu sekitar 32 persen dari struktur biaya,” ungkap Arista.
Untuk itu, Arista mengharapkan nantinya masih ada negosiasi lagi apakah kenaikkan tarif batas bawah bisa dikoreksi kembali. Saat ini pemerintah masih menentukan kenaikan tarif batas bawah sebesar lima persen menjadi 35 persen.