Rabu 23 Jul 2025 17:50 WIB

Marak Fenomena ‘Rojali’ Rombongan Jarang Beli, Ini Kata Hippindo

Perubahan perilaku belanja jadi tantangan baru ritel nasional.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Fenomena ‘rojali’ alias rombongan jarang beli kian marak belakangan ini, seiring munculnya anggapan daya beli masyarakat tengah melemah. (ilustrasi)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Fenomena ‘rojali’ alias rombongan jarang beli kian marak belakangan ini, seiring munculnya anggapan daya beli masyarakat tengah melemah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Fenomena ‘rojali’ alias rombongan jarang beli kian marak belakangan ini, seiring munculnya anggapan daya beli masyarakat tengah melemah. Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) menilai fenomena ini perlu ditanggapi dengan strategi memperkuat perdagangan dalam negeri.

“Sebenarnya saat ini memang ada ‘rojali’,” ujar Ketua Umum Hippindo, Budihardjo Iduansjah, dalam konferensi pers ‘Hari Ritel Modern Indonesia (Harmoni)’ di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Rabu (23/7/2025).

Baca Juga

Budi menjelaskan, fenomena ‘rojali’ dipengaruhi berbagai faktor dan tidak selalu terkait dengan lemahnya daya beli. Salah satu penyebabnya adalah budaya kerja work from anywhere (WFA), di mana kunjungan ke pusat perbelanjaan atau mal bukan untuk belanja, melainkan bekerja dari kafe atau restoran. “(WFA) memang menjadi perilaku konsumen baru,” ujarnya.

Untuk meminimalisasi ‘rojali’, kata Budi, diperlukan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, baik pemerintah maupun pelaku usaha, guna menciptakan rantai pasok dan ekosistem perdagangan yang kuat. Di sisi Hippindo, pihaknya terus berupaya mendorong daya beli masyarakat melalui penyelenggaraan berbagai program belanja.

“Kita harus menciptakan daya beli, menciptakan lapangan kerja. Di Hippindo, kami terus berupaya menggerakkan ekonomi. Hippindo sudah beberapa tahun ini bergerak tanpa menunggu pihak lain,” ujarnya.

Budi mencontohkan, selain menggelar acara belanja, Hippindo juga memberikan apresiasi kepada para peritel dan pelaku UMKM. Menurutnya, pelaku UMKM yang berhasil membangun usaha dapat membeli bahan baku secara mandiri dan menjaga kelancaran rantai pasok. Bahkan, produk mereka bisa menembus pasar ekspor jika dikelola dengan baik.

“Kami bantu merek lokal agar lebih kuat. Prinsipnya, perkuat perdagangan dalam negeri. Uang berputar, belanja di Indonesia saja. Semua program Hippindo bertujuan agar daya beli tidak bocor keluar,” tegas Budi.

Ia menekankan pentingnya masyarakat membeli produk dalam negeri agar perputaran uang tetap berada di Indonesia. Dengan demikian, aktivitas ekonomi dalam negeri meningkat dan pendapatan negara dari sektor pajak juga bertambah.

“Parameternya jelas, jika uang beredar naik dan Indeks Harga Konsumen positif, maka itu akan menggerakkan ekonomi kita. Perputaran perdagangan dalam negeri yang bernilai ribuan triliun akan meningkat. Itulah daya tahan kita menghadapi situasi global,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement